Disusun Oleh:
Ernawati (2014-36-041)
Mita Handayanti P (2014-36-038)
Devi Anisa (2014-36-004)
Syifa (2014-36-006)
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
2016
2016
1. PSEUDO-TUMOR SEREBRI atau HIPERTENSI
INTRAKRANIAL IDIOPATIK
Hipertensi
Intrakranial Idiopatik (Idiopathic
Intracranial Hypertension [IIH]), kadang-kadang disebut Hipertensi
Intrakranial Benigna (Benign Intracranial
Hypertension [BIH]) atau Pseudotumor Serebri (PTC) adalah kelainan
neurologi yang ditandai dengan peningkatan tekanan intrakranial akibat
peningkatan tekanan cairan serebrospinalis tanpa adanya bukti infeksi, massa
intrakranial, hidrosefalus atau patologi intrakranial lain.
GEJALA
Gejala utama Hipertensi Intrakranial
Idiopatik (IIH) adalah nyeri kepala dan gangguan penglihatan. Gangguan
penglihatan biasanya bilateral dan termasuk kehilangan tajam penglihatan,
pandangan kabur, skotoma, diplopia, nyeri di belakang mata karena pergerakan
bola mata. Kadang terdapat mual dan muntah, pusing, serta tinitus. Pasien IIH
tidak memperlihatkan kelainan neurologis fokal. Satu-satunya yang ditemukan
pada pemeriksaan fisik adalah papiledema.
DIAGNOSIS
Anamnesis
ü Gejala peningkatan TIK
(Tekanan Intrakranial). Nyeri kepala yang tidak spesifik, tinitus, diplopia
horizontal dan nyeri radikuler (biasanya pada lengan).
ü Gejala papiledema.
Dapat timbul gangguan visual sementara (seperti penglihatan gelap atau kabur
pada satu atau kedua mata yang berlangsung beberapa detik).
ü Terdapat
pengurangan penglihatan perifer progresif pada satu atau kedua mata, paling
sering diawali dari daerah nasal inferior, diikuti dengan hilangnya lapangan
penglihatan sentral (kemungkinan mengenai ketajaman penglihatan) dan terakhir
hilangnya kemampuan melihat warna.
PEMERIKSAAN FISIK
Tes fungsi penglihatan, lapangan
penglihatan, funduskopi, dan pemeriksaan pergerakan bola mata, merupakan
pemeriksaan neurologik yang paling penting untuk Diagnosis dan monitor pasien
IIH.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
ü Hasil
laboratorium: pemeriksaan darah dan pemeriksaan cairan serebrospinalis.
ü Pemeriksaan
Radiologi: MRI, MR venografi, CT Scan.
KODING ICD-X
G93.2
Benign Intracranial Hypertension
2. ENSEFALITIS VIRUS
Infeksi
virus pada sistem saraf pusat relatif jarang terjadi tetapi dapat menjadi
penyakit yang serius. Umumnya, virus menginvasi sistem saraf pusat melalui
darah. Beberapa infeksi seperti rabies dan varisella zooster menginvasi sistem
saraf pusat melalui saraf tepi. Tidak seperti abses yang terlokalisir atau
disertai pertumbuhan bakteri dan jamur, ensefalitis biasanya berhubungan dengan
virus yang menyebabkan infeksi yang lebih luas. Penyebab tersering: Virus
Herpes Simpleks (HSV).
GEJALA
1.
Dapat difus ataupun fokal berupa:
·
Penurunan kesadaran
·
Gangguan fokal seperti hemiparesis,
kejang fokal, dan gangguan otonom
·
Gangguan gerak
·
Perubahan tingkah laku
·
Ataksia
·
Gangguan saraf kranial
·
Disfagia
·
Meningismus
·
Gangguan sensorik dan motorik unilateral
2.
Pada bayi, tanda penting yang dapat dilihat:
·
Muntah
·
Ubun-ubun/fontanel menonjol
·
Menangis terus-menerus dan lebih buruk
jika digendong
DIAGNOSIS
Gejala prodromal terdiri atas demam,
nyeri kepala, mual dan muntah, letargi dan mialgia yang berlangsung beberapa
hari. Gejala spesifik yang disebabkan oleh virus Eipstein Barr, CMV, campak dan
mumps meliputi bercak kemerahan, limfadenopati, hepatosplenomegaly dan
pembesaran kelenjar parotis.
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan
meliputi pemeriksaan darah rutin dan khusus, pemeriksaan CSS, tes serologi,
biakan darah, urine, dan feses. CSS pada umumnya jernih dengan jumlah sel
20-500/ml, kadang-kadang mencapai 2.000 atau lebih. Kadar protein meningkat
sampai 80-100 mg%, sementara kadar glukosa dan klorida normal.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
· Laboratorium
Biasanya
pemeriksaan laboratorium tidak membantu, kecuali untuk mengetahui proses
infeksi virus yang sedang terjadi (predominan limfosit pada infeksi virus,
predominan sel PMN pada infeksi bakteri). Tes serologi bergantung pada adanya
titer antibodi. Deteksi dini IgM mungkin membantu diagnosis awal.
·
Gambaran Radiologis
1. CT Scan Kepala
ü Pada
ensefalitis HSV, CT scan memperlihatkan lesi dengan densitas rendah di lobus
temporalis, yang belum terlihat sampai 3-4 hari setelah awitan.
ü CT
Scan dapat memperlihatkan komplikasi seperti perdarahan, hidrosefalus dan
herniasi, serta dapat membantu menentukan perlu tidaknya tindakan bedah.
2.
MRI
ü MRI
lebih sensitif daripada CT Scan dalam mengidentifikasi ensefalitis viral.
ü Gambaran
lesi di lobus temporalis berupa perdarahan unilateral dab bilateral. Lesi di
lobus inferomedial temporalis dan girus singuli adalah area yang paling sering
terdeteksi dengan MRI. Pada anak dan bayi, dapat terdeteksi penyebaran yang
lebih luas.
· Elektroensefalografi
(EEG)
Pada ensefalitis HSV, 4
dari 5 kasus yang telah dibuktikan dengan biopsi memperlihatkan EEG yang
abnormal. Terdapat perubahan di daerah temporalis yang menyebar secara difus
dan perlahan serta didapatkan lateralisasi gelombang epileptiform.
KODING
ICD-X
A86 Unspecified Viral
Enchepalitis
3.
MENINGITIS TUBERKULOSA
Biarpun
kuman mikobakterium tuberkulosa paling sering menyebabkan infeksi pada
paru-paru, tetapi infeksi pada susunan saraf pusat adalah yang paling
berbahaya. Kekerapan meningitis tuberkulosa sebanding dengan prevalensi infeksi
dengan mikobakterium tuberkulosa pada umumnya, jadi bergantung pada keadaan
sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat.
Pada
anak, meningitis tuberkulosa biasanya merupakan komplikasi infeksi primer
dengan atau tanpa penyebaran milier. Pada orang dewasa penyakit ini dapat
merupakan bentuk tersendiri atau bersamaan dengan tuberkulosis di tempat lain.
Penyakit ini dapat menyebabkan kematian dan cacat bila pengobatan terlambat.
GEJALA
Penyakit ini mulainya pelan. Terdapat
panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk. Di samping itu
juga terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri punggung,
mungkin dijumpai kelainan jiwa seperti halusinasi, waham.
Pada permeriksaan akan dijumpai
tanda-tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk, tanda Kernig dan tanda
Brudzinsky. Dapat terjadi hemiparesis dan kerusakan saraf otak yaitu N.III,
N.IV, N.VI, N.VII, N.VIII. Akhirnya kesadaran akan menurun. Pada funduskopi
akan tampak sembab papil. Sering juga dijumpai tuberkulosis di tempat lain
seperti paru dan kelenjar limfe di leher.
DIAGNOSIS
dan PEMERIKSAAN
Adanya riwayat pajanan
tuberkulosa sebelumnya sangat menegakkan Meningitis Tuberkulosa pada anak.
Peranan foto toraks penting pada pendekatan diagnosis Meningitis Tuberkulosa.
Adanya gambaran infeksi TBC paru terdapat pada 50% kasus. Adanya gambaran TB milier
lebih menunjukkan keterlibatan organ lain termasuk otak. Pemeriksaaan uji
Mantoux berperan penting untuk membantu pada orang dewasa.
Pemeriksaan
cairan otak
ü Tekanan :
meningkat
ü Warna : jernih atau santokrom
ü Protein : meningkat
ü Gula : menurun
ü Klorida :
menurun
ü Leukosit : meningkat sampai 500/mm3
dengan sel mononuklear yang dominan.
Darah :
Jumlah leukosit meningkat sampe 20.000
Radiologi : Scan tomografik dapat tampak
hidrosefalus
Test
tuberkulin: Sering postiif.
KODING ICD-X
A17.0
G01* Tuberculous Meningitis
4. PARKINSON
Penyakit parkinson merupakan penyakit yang umumnya mempengaruhi
sebagian kecil dari otak kecil yang mempunyai nama susbstantia nigra. Dan
fungsi untuk mengirim pesan langsung ke saraf-saraf di bagian tulang belakang
yang bertugas untuk mengendalikan otot-otot tubuh. kemudian pesan tersebut
dikirimkan dari sel otak menuju ke saraf dan otot dengan cara memanfaatkan
senyawa kimia yang di sebut dengan neurotransmiter. Dan dopamine merupakan
salah satu neurotransmiter utama yang dapat di hasilkan oleh sel otak di bagian
substantia nigra. Dan pengaturan gerakan yang di hasilkan dari tubuh sangat
penting di pengaruhi oleh dopamine tersebut. Apabila dopamine tersebut
mengalami penurunan akan dapat menyebabkan aktivitas otak pun akan terganggu.
Dan hal inilah yang akan dapat menyebabkan munculnya tanda-tanda dan gejala
penyakit parkinson. Penyebab utama dopamine itu menurun sampai saat ini belum
diketahui, akan tetapi ada beberapa faktor yang kemungkinan dapat memicu
terjadinya hal tersebut, seperti di karenakan faktor keturunan dan faktor
lingkungan.
GEJALA
Berikut ini beberapa gejala utama yang ditimbulkan pada penyakit
parkinson, antara lain :
1.
Goncangan lengan atau kaki pada saat beristirahat
2.
Kekakuan bagian lengan, kaki atau anggota tubuh
3.
Gerakan yang lambat pada saat berjalan atau gerakan
4.
Masalah stabilitas pada saat berdiri atau berjalan
5.
Tanda umum lainnya yang yang ditimbulkan oleh penyakit parkinson
ini seperti wajah kurang ekspresi, mengeluarkan suara yang melembut, tulisan
tangan mengecil, mengalami kesulitan dalam menelan dan kesulitan berjalan.
Untuk mendiagnosis penyakit parkinson ini, tidak ada tes laboratorium yang
simpel dan dokter akan membuat diagnosis berdasarkan dari sekelompok gejala
atau tanda lainnya.
DIAGNOSIS
Penegakkan
diagnosis melibatkan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan neurologis yang sesuai dengan gejala klinis.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
ü Tidak
ada pemeriksaan laboratorium atau pencitraan yang dapat memastikan diagnosis
parkinson. Tujuan pemeriksaan tersebut untuk menyingkirkan diagnosis banding.
ü Pemeriksaan
pencitraan yang dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis parkinson adalah Positron Emission Tomography (PET) dan Single Photon Emission CT (SPECT) tetapi
tidak dianjurkan sebagai standar.
KODING
ICD-X
G20 Parkinson Disease
5.
MULTIPLE SCLEROSIS
Multiple
Sclerosis adalah satu kondisi autoimun dimana sistem kekebalan tubuh menyerang
sistem saraf pusat (SSP), mendorong ke arah terjadinya demielinisasi. Penyakit
ini menyebabkan luka-luka pada sarung pelindung mielin (lemak yang melingkupi
akson sel-sel syaraf), oligodendrosit (sel-sel yang menghasilkan mielin), akson
dan sel-sel saraf. Gejala dari multipel sklerosis bervariasi, tergantung pada
lokasi dari plak (daerah dari jaringan parut) di dalam sistem saraf pusat.
Penyakit
ini terutama mengenai substansia alba otak dan medulla spinalis, serta nervus
optikus. Ditemukan sel inflamasi kronik dan kerusakan mielin dengan akson yang
relatif masih baik. Pada substansia alba terdapat daerah yang relatif tampak
normal yang berselang – seling dengan fokus inflamasi dan demielinisasi yang
disebut juga plak. Lesi inflamasi lebih lanjut yang terletak dekat lokasi
kerusakan yang sudah ada sebelumnya akan menyebabkan akumulasi defisit
neurologis.
GEJALA
o
Gangguan visual, gejala dari gangguan
batang otak, gejala gangguan serebelar, gejala ekstrapiramidal, fenomena mirip
bangkitan,
o
Gangguan mental, gangguan miksi,
gangguan sensorimotorik.
o
Pada waktu evolusi gejala yang umum
terjadi adalah gambaran klinis memburuk selama beberapa hari atau minggu,
mencapai plateu dan kemudian membaik secara bertahap, sebagian atau total,
selama beberapa minggu atau bulan
o
Kesemutan, mati rasa, perasaan aneh pada lengan tungkai,
batang tubuh atau wajah. Ketangkasan dan kekuatan tungkai atau lengan bisa
hilang.
Beberapa
hanya memiliki gejala pada mata, berupa penglihatan ganda, kebutaan parsial,dan
nyeri pada satu mata, penglihatan kabur atau buram, atau hilangnya penglihatan
pusat. Selain itu bisa juga terjadi perubahan emosi, dan intelektual pada
awalnya. Petunjuk yang samar dari adanya dimielinasi pada otak ini kadang di
mulai jauh sebelum penyakitnya di ketahui.
PEMERIKSAAN
ü
CT scan dapat memperlihatkan
plak-plak yang menunjukan peningkatan yang abnormal setelah suntikan larutan
yodium. MRI scan lebih sensitif memperlihatkan lebih banyak plak daripada CT
scan, begitu juga lesi-lesi sampai sekecil 4×3 mm.1
MRI otak dan medula spinalis, yang dapat menunjukkan lesi plak demielinisasi. Akan tetapi, gambaran ini tidak spesifik untuk multipel sklerosis (penyakit pembuluh darah kecil juga dapat menunjukkan gambaran serupa) dan beberapa pasien sklerosis multipel mungkin mengalami negatif palsu pada MRI. Walaupun demikian, saat ini telah dibuat suatu kriteria yang memungkinkan diagnosis multipel sklerosis setelah serangan klinis pertama, berdasarkan gambaran MRI tertentu.
MRI otak dan medula spinalis, yang dapat menunjukkan lesi plak demielinisasi. Akan tetapi, gambaran ini tidak spesifik untuk multipel sklerosis (penyakit pembuluh darah kecil juga dapat menunjukkan gambaran serupa) dan beberapa pasien sklerosis multipel mungkin mengalami negatif palsu pada MRI. Walaupun demikian, saat ini telah dibuat suatu kriteria yang memungkinkan diagnosis multipel sklerosis setelah serangan klinis pertama, berdasarkan gambaran MRI tertentu.
ü
Potensial bangkitan visual (visual evoked potentials), yang dapat
menunjukkan perlambatan konduksi sentral jalur visual, misalnya akibat neuritis
optik subklinis sebelumnya.
ü
Pemeriksaan cairan
serebrospinal, yang dapat menunjukkan perubahan nonspesifik termasuk
limfositosis dengan penyakit aktif, dan peningkatan protein (terutama
imunoglobulin). Pemeriksaan cairan serebrospinal yang lebih teliti untuk
mendiagnosis multipel sklerosis adalah deteksi pita oligoklonal dengan
elektroforesis yang menunjukkan sintesis lokal imunoglobulin dalam SSP. Akan
tetapi, tes ini masih dapat menunjukkan positif palsu pada keadaan imunologis
atau infeksi lainnnya, dan pasien multipel sklerosis jarang mengalami negatif
palsu.
KODING
ICD-X
G35 Multiple Sclerosis
6. ABSES OTAK
a. GEJALA
:
-
Sakit
kepala
-
Mual
-
Muntah
-
Rasa
mengantuk
-
Kejang
-
Perubahan
kepribadian
-
Gejala
kelainan fungsi otak lainnya
Gejala-gejala tersebut bisa timbul dalam beberapa hari
atau beberapa minggu. Pada awalnya penderita merasa demam dan menggigil tetapi
gejala ini bisa menghilang ketika tubuh berhasil melawan infeksi tersebut
b. PEMERIKSAAN
UTAMA ATAU PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik,
pemeriksaan penunjang yang terkait dengan abses otak. Adapun jenis pemeriksaan
penunjang yang biasa dilakukan pada penderita abses otak :
a. Radiologi
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian
tekanan intra-kranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi
ekstraserebral ; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi
adanya abses.
Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui
lokalisasi abses dalam Hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu
gelombang lambat delta dengan frekuensi 1¬3 siklus / detik pada lokasi abses.
Pnemoensefalografi
penting terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat
diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai
ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT
Scan adan MRI.
CT scan dan scanning otak menggunakan radioisotop
tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan
yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh
lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat
membedakan suatu serebritis dengan abses.
MRI (Magnetic Resonance Imaging) saat ini banyak
digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.
b.
Laboratorium Haematologi
1) Pemeriksaan darah perifer
a) Leukosit
Pemeriksaan Leukosit merupakan point utama dalam
pendiagnosisan abses otak melalui metode laboratorium darah. Mengingat abses
otak merupakan kondisi infeksi pada jaringan otak, maka peningkatan kadar
leukosit didalam darah biasanya sudah dalam keadaan diatas kadar normal.
Pemantauan leukosit penting dilakukan untuk menilai tingkat resiko terjadinya
Sepsis dan memantau perkembangan keberhasilan terapi antibiotik yang diberikan
kepada penderita.
b)
Haemoglobin (Hb)
Haemoglobin (Hb) merupakan salah satu dari komponen
pertahanan sekunder tubuh manusia. Keadaan haemoglobin yang rendah didalam
darah dapat mengakibatkan semakin menurunnya kemampuan pertahan tubuh untuk
melawan infeksi yang sedang terjadi didalam otak.
2) Pemeriksaan cairan
Serebrospinal
Pada pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya
memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit
meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit
berkurang, kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel. Total volume
cairan serebrospinal adalah 125 ml.
c.
DIAGNOSIS UTAMA ATAU DIAGNOSIS
PENUNJANG
ü
Mendiagnosis abses otak tidak mudah
karena gejala pertama bersifat umum. Misalnya, sakit kepala disebabkan oleh
berbagai sebab. Untuk alasan ini, diagnosis abses otak tidak muncul sampai
beberapa minggu setelah gejala pertama berkembang. Dalam beberapa kasus, orang
dengan abses otak mengembangkan kejang atau perubahan neurologis, seperti
kelemahan otot pada satu sisi tubuh sebelum penyakit ini didiagnosis.
ü
Jika dokter Anda prihatin abses otak,
ini akan bertanya tentang riwayat kesehatan dan riwayat perjalanan untuk menentukan
risiko Anda untuk penyakit tertentu. Dokter juga akan menanyakan apakah Anda
memiliki gejala abses otak. Jika Anda memiliki, Anda akan diminta ketika mereka
mulai, bagaimana berkembang dan jika Anda memiliki infeksi baru atau pengobatan
yang merupakan predisposisi pembentukan abses otak.
ü
Untuk mendiagnosis abses otak, Anda
perlu tes diagnostik, seperti CT tomography computed atau magnetic resonance
imaging (MRI). Abses akan muncul sebagai satu atau dua tempat. Mereka dapat
menganalisis darah dan cairan lain untuk mencari sumber asli dari infeksi. Jika
diagnosis masih belum jelas, seorang ahli bedah saraf dapat menghapus sebagian
dari abses otak dengan jarum halus.
d. KODING
G06.6
7. ALZHEIMER
A. GEJALA:
- Hilanganya ingatan
- Bermasalah ketika berpikir
secara abstrak
- Kesulitan dalam
menemukan kata yang tepat
- Disorientasi
- Hilang kemampuan dalam
menilai
- Sulit untuk melakukan
tugas biasa
- Perubahan kepribadian
B.
PEMERIKSAAN UTAMA ATAU PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
Neuropatologi : Neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque (SP), Degenerasi neuron, Perubahan
vakuoler, Lewy Body
- Pemeriksaan
neuropsikologik
- CT scan dan MRI
- EEG
- PET (Positron Emission
Computed)
- SPECT (Single Photos
Emission Computed Tomography)
- Laboratorium darah
` C.
DIAGNOSIS UTAMA ATAU DIAGNOSIS PENUNJANG
Tidak ada tes definitif untuk penyakit
Alzheimer. Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarsarkan informasi dari pasien
dan keluarga.
Dokter juga melakukan pemeriksaan status
mental, menggunakan serangkaian pertanyaan yang dirancang untuk menguji memori
jangka pendek dan jangka panjang, kemampuan untukk belajar dan kemampuan
penalaran, misalnya menulis kalimat lengkap, mengingat dan mengulangi daftar
singkat kata, dan mengucapkan hari dan tanggal.
Tes darah CT scan, MRI, atau tes lain
mungkin diperlukan untuk memeriksa penyakit lain yang mungkin tampak mirip
dengan Alzheimer.
D.
KODING
G30.9 Alzheimer Disease Unspecified
8. EPILEPSI
a.
GEJALA:
Karena epilepsi disebabkan oleh
tidak normalnya aktivitas sel otak, kejang-kejang dapat berdampak pada proses
koordinasi otak anda. Kejang-kejang dapat menghasilkan:
·
Kebingungan yang temporer
·
Gerakan menghentak yang tidak
terkontrol pada tangan dan kaki
·
Hilang kesadaran secara total
Perbedaan gejala yang terjadi
tergantung jenis kejang-kejang. Pada banyak kasus, orang dengan epilepsi akan
cenderung memiliki jenis kejang-kejang yang sama setiap waktu, jadi gejala yang
terjadi akan sama dari kejadian ke kejadian.
Dokter mengklasifikasikan kejang-kejang secara parsial atau general, berdasarkan bagaimana aktivitas otak yang tidak normal dimulai. Pada beberapa kasus, kejang-kejang dapat dimulai secara parsial dan kemudian menjadi general.
Dokter mengklasifikasikan kejang-kejang secara parsial atau general, berdasarkan bagaimana aktivitas otak yang tidak normal dimulai. Pada beberapa kasus, kejang-kejang dapat dimulai secara parsial dan kemudian menjadi general.
b.
PEMERIKSAAN UTAMA ATAU PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat
mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukan melalui anamnesis dan
pemeriksaan klinis dengan hasilpemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demikian,
bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi
(klinis) sudah dapat ditegakkan.
1. Anamnesis
Anamnesis harus
dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa hampir tidak
pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Penjelasan perihal segala
sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan
lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci
diagnosis. Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan
kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi
vaskuler dan obat-obatan tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
– Pola / bentuk serangan
– Lama serangan
– Gejala sebelum, selama dan paska serangan
– Frekwensi serangan
– Faktor pencetus
– Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
– Usia saat serangan terjadinya pertama
– Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
– Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
– Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan
epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan
kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus
menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat
penyakit sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus memperhatikan adanya
keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh
dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG
harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang
yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya
kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak,
sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.
1) Asimetris irama dan voltase
gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur,
irama gelombang lebih lambat disbanding seharusnya misal gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya
tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike),
paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.
Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme
infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG
nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik
mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang
timbul secara serentak (sinkron).
b. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan
video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami serangan
dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman
video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi
kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang
mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui
secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan
lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada
persiapan operasi.
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang
dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak dan
melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRI lebih sensitif
dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan
hipokampus kanan dan kiri
c.
DIAGNOSIS UTAMA ATAU DIAGNOSIS PENUNJANG
Diagnosis
epilepsi ditegakkan berdasarkan pemeriksaan menyeluruh dari anamnesa/ riwayat
medis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diagnostik. Pada sebagian
besar kasus, anamnesa dilakukan terhadap orang di sekitar pasien (keluarga,
teman kerja, dll), karena pasien epilepsi sering tidak dapat mengingat kejang
yang mereka alami.
Untuk
pemeriksaan penunjang, dokter akan menggunakan Electroencephalogram (EEG),
pemeriksaan radiologi berupa Computed Tomography (CT Scan) atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Selain itu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
menentukan jenis dan dosis obat yang nantinya akan diberikan kepada pasien.
d. KODING
G40.9 Epilepsy Unspecified
9. ATAXSIA
Ataksia sering muncul ketika bagian dari
sistem saraf yang mengendalikan gerakan mengalami kerusakan, penderita ataksia
mengalami kegagalan dalam mengendalikan otot-otot pada tangan dan kaki mereka,
sehingga menyebabkan gangguan keseimbangan dan koordinasi atau gangguan GAIT
(Glucosamine/chondroitin Arthritis Intervention Trial).
Ataksia Friedreich merupakan penyakit
yang diturunkan, dimana terjadi kerusakan progresif pada sistem saraf sehingga
menyebabkan gangguan gait dan masalah berbicara sampai penyakit jantung.
Penyakit ini dinamakan seperti dokter Nicholaus Friedreich, yang pertama kali
mendeskripsikan kondisi tersebut pada tahun 1980.
Ataksia yang merupakan gangguan
koordinasi seperti kikuk atau gerakan canggung dan tidak kokoh, muncul pada
banyak penyakit dan kondisi. Ataksia Friedreich disebabkan oleh adanya
degenerasi atau kemunduran jaringan saraf pada saraf tulang belakang (spinal
cord) dan saraf yang mengendalikan gerakan otot lengan dan kaki. Saraf menjadi
tipis dan sel-sel saraf kehilangan serabut myelin.
Sebagian besar gangguan yang
menghasilkan ataksia menyebabkan bagian dari otak yang disebut serebelum (otak
kecil) memburuk atau atrofi, kadang urat saraf tulang belakang (spinal cord)
juga terpengaruhi. Degenerasi serebelar dan spinosereberal digunakan untuk
mendeskripsikan perubahan yang terjadi pada sistem saraf manusia, namun bukan Diagnosis
yang spesifik. Degenerasi sereberal dan spinosereberal memiliki banyak
penyebab.
GEJALA
Penderita
ataksia (ataxia) tergantung pada tipe ataksia itu sendiri, kelainan resesif
umumnya menyebabkan gejala dimulai sejak kanak-kanak dibandingkan dewasa.
Bagaimanapun juga, dalam tahun-tahun terakhir, sejak tes genetik tersedia,
diketahui ataksia Friedreich mulai terjadi saat dewasa pada beberapa kasus.
ataksia dominan sering muncul pada umur 20 tahun sampai 30 tahun atau bahkan
lebih tua lagi, kadang individu dapat tidak menunjukan gejala sampai usia 60
tahun.
Biasanya keseimbangan yang terganggu
pertama kali, dipengaruhi oleh koordinasi tangan, lengan dan kaki juga
kemampuan berbicara adalah gejala umum lainnya. Dalam berjalan akan semakin
sulit dan akan ditandai oleh berjalan dengan menempatkan kaki semakin jauh
untuk mengimbangi keseimbangan yang buruk.
Gangguan dalam hal lengan dan tangan
mempengaruhi kemampuan dalam hal mengontrol suatu gerak yang akan dilakukan
seperti menulis dan makan, gerakan mata yang lambat dapat dilihat pada beberapa
bentuk ataksia. Seiring berjalannya waktu, dapat mempengaruhi kemampuan dalam
berbicara dan menelan.
Ataksia yang diwariskan merupakan
kelainan degeneratif yang berkembang selama beberapa tahun, seberapa parah dan
kemungkinan akan berujung pada kematian tergantung tipe ataksia, usia
dimulainya gejala dan faktor lain hanya sedikit dipahami saat itu. Komplikasi
dalam saluran pernapasan akan berakibat fatal pada orang yang memiliki masalah
dalam hal menelan yang parah.
DIAGNOSIS
dan PEMERIKSAAAN
Diagnosis
ataksia Friedreich dilakukan berdasarkan pemeriksaan
klinis termasuk riwayat medis dan melalui pemeriksaan fisik. Tes yang dilakukan
meliputi :
1.Elektromiogram
(EMG), yang mengukur aktivitas listrik sel-sel otot
2.Studi penghantaran saraf, yang mengukur kecepatan saraf meneruskan rangsangan
3.Elektrokardiogram (EKG), memberikan grafik aktivitas listrik atau pola denyut jantung
4.Ekokardiogram, yang merekam posisi dan gerakan otot jantung
5.Magnitec resonance imaging (MRI) atau computed tomography (CT) scan, yang membuat pencitraan otak dan saraf tulang belakang
6.Spinal tap untuk mengevaluasi cairan serebrospinal
7.Pemeriksaan darah dan urin untuk mengetahui apakah kadar glukosa meningkat
8.Pemeriksaan genetic untuk mengidentifikasi gen yang di pengaruhi
2.Studi penghantaran saraf, yang mengukur kecepatan saraf meneruskan rangsangan
3.Elektrokardiogram (EKG), memberikan grafik aktivitas listrik atau pola denyut jantung
4.Ekokardiogram, yang merekam posisi dan gerakan otot jantung
5.Magnitec resonance imaging (MRI) atau computed tomography (CT) scan, yang membuat pencitraan otak dan saraf tulang belakang
6.Spinal tap untuk mengevaluasi cairan serebrospinal
7.Pemeriksaan darah dan urin untuk mengetahui apakah kadar glukosa meningkat
8.Pemeriksaan genetic untuk mengidentifikasi gen yang di pengaruhi
Tes
laboratorium konfirmasi lainnya termasuk:
ü
Tingkat
yang lebih tinggi dari protein darah CA125
ü
Peningkatan kematian
sel atau kerusakan kromosom setelah paparan sel
darah sinar–x di laboratorium
ü
Tidak
adanya protein ATM pada Western blot
ü
Urutan
DNA yang abnormal (mutasi) dari
ü
Gen A-T (ATM)
Diferensial Diagnosis
ü Gaucher Disease
ü Acanthosis Nigricans
ü Hartnup Disease
ü Niemann-Pick Disease
ü Nijmegen Breakage Syndrome
ü Refsum Disease
KODING ICD-X
R27.0 Ataxia Unspecified
10. SKIZOFRENIA
Adalah gangguan
mental yang ditandai dengan gangguan proses berpikir dan tanggapan
emosi yang lemah. Keadaan ini
pada umumnya dimanifestasikan dalam bentuk halusinasi, paranoid, keyakinan atau pikiran yang salah yang tidak sesuai dengan
dunia nyata serta dibangun atas unsur yang tidak berdasarkan logika, dan
disertai dengan disfungsi sosial dan pekerjaan yang signifikan.
GEJALA
Seseorang yang didiagnosis mengidap skizofrenia dapat mengalami halusinasi (kebanyakan melaporkan adanya mendengar suara-suara), waham (biasanya aneh ataupenyiksaan secara biasa), dan gangguan daya pikir dan bicara.
Yang terakhir ini dapat berupa kehilangan urutan berpikir, hingga kalimat yang
artinya kurang berhubungan, sampai dengan ketidakpaduan yang dikenal sebagai kata-kata yang berantakan pada kasus yang lebih parah. Menarik
diri dari lingkungan sosial, cara berpakaian yang berantakan dan tidak menjaga
kebersihan, dan kehilangan motivasi dan pertimbangan merupakan hal yang umum
pada skizofrenia. Biasanya dapat diobservasi adanya pola kesulitan emosi, sebagai contoh
tidak adanya sifat responsif. Gangguan dalam kognisi sosial diasosiasikan dengan skizofrenia, demikian juga dengan gejala paranoia ; isolasi sosial pada umumnya muncul. Kesulitan dalam bekerja dan daya ingat
jangka panjang, perhatian, peran eksekutif, dan
kecepatan untuk mengolah juga sangat umum terjadi. Pada salah
satu subtipe yang tidak umum, seseorang menjadi sangat diam, dan berdiam diri
pada posisi yang sangat aneh, atau menunjukkan tingkah laku yang tidak jelas,
semua ini merupakan gejala katatonia.
Pada masa akhir remaja dan awal masa dewasa merupakan periode puncak
untuk timbulnya skizofrenia, yang
merupakan tahun kritis perkembangan sosial dan vokasional pada seorang dewasa
muda. Pada 40% laki-laki dan 23%
perempuan didiagnosis dengan skizofrenia, di mana manifestasi kondisi ini
muncul sebelum usia 19 tahun. Untuk
menekan gangguan perkembangan yang diasosiasikan dengan skizofrenia, telah
banyak dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi dan menangani fase prodromal (sebelum-tercetus) dari penyakit ini, yang telah dapat
dideteksi hingga 30 bulan sebelum gejala muncul. Mereka yang telah mengalami
perkembangan skizofrenia mengalami gejala psikotik sementara atau sembuh dengan
sendirinya dan gejala nonspesifik berupa menarik diri dari
lingkungan, iritabilitas, disforia, dan kecerobohan selama fase prodromal.
PEMERIKSAAN
§ Pemeriksaan
laboratorium, seperti
pemeriksaan darah dan skrining ada tidaknya kecanduan obat bius yang sering
memberikan gejala yang sama dengan schizophrenia. Dokter juga bisa melakukan
pemeriksaan CT Scan dan MRI otak, untuk mengetahui ada tidaknya kelainan
di otak.
§ Pemeriksaan
psikologis. Dokter
akan menanyakan tentang pikiran, perasaan, ada tidaknya waham (delusion),
sikap/ perilaku, keinginan untuk bunuh diri atau melakukan kekerasan.
KODING ICD-X
F20.9 Schizophrenia Unspecified
11. CEREBRAL PALSY
Cerebral
palsy adalah suatu
gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan
anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik
dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum
selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak
progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat
maturasi serebral.
Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini
adalah William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau
afiksia
ü
Cerebral Palsy (CP, Kelumpuhan Otak Besar) adalah
suatu keadaan yang ditandai dengan buruknya pengendalian otot, kekakuan,
kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf lainnya.
ü
CP bukan merupakan penyakit dan tidak bersifat progresif (semakin memburuk).
ü
Pada bayi dan bayi prematur, bagian otak yang mengendalikan
pergerakan otot sangat rentan terhadap cedera
ü
CP terjadi pada 1-2 dari 1.000 bayi, tetapi 10 kali lebih sering
ditemukan pada bayi prematur dan lebih sering ditemukan pada bayi yang sangat
kecil.
GEJALA
Pada Anak yang paling sering terlihat
adalah:
- Terlambatnya anak dalam
mencapai kemampuan dasar yang harus dicapai pada bulan-bulan atau tahun-tahun
kehidupannya. Kemampuan dasar yang dimaksud adalah seperti kemampuan
menggulingkan tubuhnya, kemampuan untuk duduk, untuk merangkak, dan juga
berjalan.
Pada Dewasa :
Gambaran klinik cerebral palsy tergantung dari bagian dan luasnya
jaringan otak yang mengalami kerusakan.
PEMERIKSAAN YANG DILAKUKAN
ü
Foto
polos kepala
ü
Pemeriksaan
pungsi lumbal
ü
Pemeriksaan
EEG ( terutama pada pendenita yang memperlihatkan gejala motorik, seperti
tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering sertam kejang.)
ü
Pemeriksaan
ultrasonografi kepala atau CT Scan kepala,
dilakukan untuk mencoba mencani etiologi.
ü
Pemeniksaan
psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual yang akan menentukan
cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa
KODING ICD-X
G80.9 Cerebral Palsy Unspecified
12. HIDROSEFALUS
Adalah
keadaan dimana terdapat banyak cairan di otak, yaitu pada ventrikel serebral,
ruang subarachnoid, atau ruang subdural. Cairan ini disebut sebagai cairan
serebrospinal atau cerebrospinal fluid (CSF). CSF adalah cairan bening yang
lazim mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Hidrosefalus bisa terjadi
sejak seseorang dilahirkan atau muncul setelah terkena cedera atau sakit.hidrosefalus dapat dikelompokkan
menjadi tiga jenis.
Hidrosefalus kongenital. Kondisi ini terjadi sejak bayi baru
dilahirkan. Bayi yang mengalami hidrosefalus bawaan, kepalanya akan terlihat
sangat besar. Ubun-ubun atau fontanel mereka akan tampak menggelembung dan
menegang. Dikarenakan kulit kepala bayi masih tipis, maka penggelembungan
tersebut membuat urat-urat kepala menjadi terlihat dengan jelas. Bayi-bayi
dengan hidrosefalus, memiliki mata yang terlihat seperti memandang ke bawah dan
otot-otot kaki terlihat kaku, serta rentan mengalami kejang. Gejala-gejala
hidrosefalus bawaan lainnya adalah mudah mengantuk, mual, rewel, dan susah
makan.
Hidrosefalus yang
didapat atau acquired. Kondisi ini diderita oleh anak-anak dan orang dewasa. Selain
penderita akan mengalami mual dan nyeri leher, nyeri kepala juga akan muncul.
Nyeri kepala ini biasanya sangat terasa di pagi hari, setelah bangun tidur.
Gejala lain dari hidrosefalus tipe ini adalah mengantuk, penglihatan buram,
bingung, sulit menahan kemih atau menahan buang air besar, dan sulit berjalan.
Jika tidak segera diobati, kondisi ini dapat menyebabkan koma, bahkan kematian.
Hidrosefalus dengan tekanan
normal. Kondisi
ini umumnya dialami oleh manula. Penderita akan kesulitan menggerakkan kaki,
sehingga beberapa dari mereka terpaksa menyeret kaki agar dapat berjalan.
Gejala lainnya adalah kacaunya kendali kemih yang ditandai dengan sulit menahan
kencing atau sering merasa ingin kencing. Selain fisik, hidrosefalus tekanan
normal juga berdampak kepada kemampuan berpikir penderita. Mereka akan sulit
mencerna informasi dan lambat dalam menanggapi situasi atau pertanyaan.
GEJALA
Gejala hidrosefalus tergantung pada
tingkat keparahannya. CSF yang berlebih akan memberikan tekanan pada otak.
Gejala yang muncul bisa ringan sampai parah akibat meningkatnya tekanan CSF.
Gejala yang mungkin terjadi antara lain:
·
Sakit
kepala (sering bertambah buruk ketika berbaring atau saat bangun tidur)
·
Mual/muntah
·
Masalah
dengan keseimbangan
·
Sulit
berjalan
·
Koordinasi
lemah
·
Inkontinensia
·
Perubahan
kepribadian
·
Linglung
·
Masalah
memori
·
Dementia
·
Koma
hingga kematian.
Pada bayi, gejala yang mungkin
terjadi yaitu:
·
Perkembangan
yang lambat
·
Kehilangan
hasil perkembangan - tidak mampu lagi melakukan kegiatan yang sebelumnya bisa mereka lakukan
·
Bulging
fontanelle (titik lembut pada kepala)
·
Lingkar
kepala besar
DIAGNOSIS dan PEMERIKSAAN
Untuk menegakkan Diagnosis
hidrosefalus, beberapa jenis pemeriksaan pada otak yang akan dilakukan adalah:
·
Computed
tomography scan (CT-Scan) - jenis pemeriksaan X-ray yang menggunakan komputer
untuk membuat gambar bagian dalam otak.
·
Magnetic Resonance Imaging scan
(MRI-scan) -
pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnetik untuk membuat gambar bagian
dalam otak.
·
USG
- pemeriksaan yang menggunakan gelombang suara untuk memeriksa otak.
KODING ICD-X
G91.9
Hideochepalus Unspecified
DAFTAR PUSTAKA
Anonim_2.http://www.medkes.com/2014/05/penyebab-gejala-dan-pengobatan-hidrosefalus.html.
Diakses Senin, 05 Oktober 2015
Anonim_6. https://kholilahpunya.wordpress.com/2011/01/21/referat-neurologi-epilepsi/. Diakses Selasa, 06 Oktober 2015
Anonim_7.http://gejalapenyakitmu.blogspot.com/2013/05/gejala-epilepsi-atau-ayan-penyebab-dan.html. Diakses Selasa, 06 Oktober 2015
Adams,
RD., & Victor, M. 1985 Principles of Neurology. 3rd ed. New York. McGraw –
Hill Book Company
dr
Harsono, DSS. 2009. Kapita Selekta
Neurologi Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
dr
Dewanto, George, dkk. 2009. Panduan
Praktis Diagnosis Dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Gilroy,
J., & Meyer, J.S. 1979. Medical Neurology. 3rd ed. New York, Macmilan
Publishing Co, Inc.
Comments
Post a Comment