Jendral Soedirman/
Pak Dirman : berwibawa, gagah, pemberani, pantang menyerah.
Istri Jendral
Soedirman : baik, rela berkorban.
Orang
Belanda/Company : kejam.
Sri Sultan
Hamengkubuwono IX : baik, berjiwa nasionalisme.
Rakyat Indonesia : takut.
Prajurit Pak
Soedirman : pemberani, tegas.
Kolonel Gatot
Soebroto :
tegas
Suatu hari Pak Soedirman geram
mengenai perlakuan orang-orang Belanda. Orang-orang Belanda tersebut
memperlakukan rakyat Indonesia dengan semena-mena. Banyak korban yang
berjatuhan. Hal ini membuat Pak Soedirman naik darah.
(di depan rumah)
Terlihat Pak Soedirman berjalan
bolak-balik di depan rumahnya.
Istri Pak Dirman :
“ walah Pak, kenopo mundar-mandir gitu?” (logat Jawa, bingung)
Pak Dirman :
“ saya bingung! Bagaimana nasib rakyat
Indonesia saat ini?”
Istri
Pak Dirman : Tenangkan pikiranmu Pak, hal itu tidak
akan meyelesaikan masalah”. (meyakinkan)
Pak
Dirman :”bagaimana saya bisa tenang,
kalau rakyat Indonesia banyak yang menderita dan kelaparan di sana”. (bernada
agak tinggi)
Istri
Pak Dirman : “Yo wis Pak.. ibu punya sedikit
perhiasan nanti dijual dan uangnya bias digunakan buat membeli makanan untuk
rakyat Indonesia yang kelaparan di sana”.
Pak
Dirman :” Terima kasih bu, semoga niat
baik ibu dibalas oleh Allah Swt”.
(Sementara itu, ternyata Pak
Soedirman mengidap penyakit paru-paru yang sangat parah. Paru-paru yang
berfungsi dengan baik hanya sebelahnya saja)
Istri
Pak Dirman :” Pak, sepertinya bapak harus istirahat
dulu. Kondisi bapak semakin mengkhawatirkan”.
Pak
Dirman :” Tidak bu, sebagai seorang
pemimpin saya harus bisa memandu prajurit-prajurit saya”.
Istri
Pak Dirman :”Tapi Pak…”
Pak
Dirman :”Tenang saja saya akan baik-baik
saja, percayalah..”
(Pak
Soedirman berangkat untuk memimpin
prajuritnya)
Pak
Dirman :”Ayo serang mereka! Rebut
kembali bumi pertiwi dari tangan penjajah kita..Allahuakbar!!
***
Saat ibukota Indonesia berada di
Yogyakarta, Pak Soedirman semakin bersemangat melanjutkanperjuangan sampai
seluruh tentara Belanda benar-benar hengkang dari tanah air Indonesia. Dan pada
saat itu pun terjadi Agresi Militer Belanda II.
Company :”
serahkan senjata kalian atau kalian yang akan I bunuh?!”
Rakyat :”
kami tidak punya Tuan..” (ketakutan)
Company :”
(mengambil pistol) Jederrr…..”
(Darah mengucur dari tubuh salah
satu rakyat Indonesia itu)
Di sisi lain, di
Kesultanan Yogyakarta terlihat Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Sri
Sultan Hamengkubuwono IX
: “ Kolonel Gatot Soebroto! Saya
perintahkan Anda untuk menulis surat kepada Pak Soedirman agar beliau berhenti
dulu bergerilya untuk mengistirahatkan badannya yang sedang sakit parah”.
Kolonel
Gatot Soebroto :” siap Pak!”
(Kolonel
Gatot Soebroto mengirimkan prajurit untuk memberikan surat itu kepada Pak
Soedirman)
(cuplikan surat)
……”Ini bukan supaya jangan mati konyol, tetapi supaya
cita-cita adik tercapai. Meskipun
buah-buahnya kita tidak turut memetik, melihat pohonnya subur, kita merasa
gembira, dan mengucapkan banyak terima kasih kepada Yang Maha Kuasa.
Pak Dirman
akhirnya luluh, beliau bersiap-siap berangkat ke Yogyakarta untuk menemui Sri
Sultan Hamengkubuwono IX.
Setibanya di Gedung
Agung, Presiden Soekarno merangkul Pak Soedirman.
Bung
Karno :” Pak Dirman, selamat
datang…” (merangkul Pak Dirman)
Pak
Dirman :” Bung Karno….” (merangkul
Pak Soekarno)
Bung
Karno :” Pak Dirman, kondisi bapak
kian hari semakin memburuk. Saya pikir bapak harus beristirahat”.
Pak
Dirman :” Baik pak..”
Ternyata ketika Bung Karno berada
di Yogyakarta bersama Bung Hatta, mereka berdua ditawan oleh Belanda dan
Yogyakartapun jatuh ke tangan Belanda. Melihat hal ini, walaupun sedang sakit,
Pak Soedirman selaku pemimpin tentara memimpin pasukannya melaksanakan perang
gerilya dengan gigih.
Prajurit :”
Lapor pak! Persediaan makanan kita sudah habis, obat-obatan juga semakin
menipis”.
Pak Dirman :”
Saya piker hal itu tidak akan membuat semangat kita luntur, kita pasti bisa
melalui semua ini”. (bersemangat)
Prajurit :”
Siap pak!”
Akhirnya berkat kegigihan Pak
Soedirman dan prajurit-prajuritnya Yogyakarta berhasil direbut kembali dari
tangan Belanda. Puncaknya, tidak lama berselang Belanda mengakui kedaulatan RI
pada tanggal 27 Desember 1949.
Istri Pak Dirman
:” Alhamdulillah Pak, berkat kegigihan bapak dan prajurit yang lainnya
Indonesia bisa mencapai kemerdekaan.
Tiba-tiba ketika istri Pak Dirman
menggerakan tubuh Pak Dirman, terasa tubuhnya sangat dingin. Sehingga istrinya
panik.
(di rumah pak Dirman berbaring di
tempat tidur)
Istri Pak Dirman
:” Pak? Bangun pak, Pak!! (panik)
Ternyata Pak Dirman telah
menghembuskan napas terakhirnya. Beliau wafat berselang satu bulan setelah
pengakuan kedaulatan RI.
Jendral
Besar Soedirman (Ejaan Soewandi: Sudirman) (lahir di Bodas Karangjati, Rembang,
Purbalingga, 24 Januari 1916. enderal Sudirman merupakan salah satu tokoh besar
di antara sedikit orang lainnya yang pernah dilahirkan oleh suatu revolusi.
Saat usianya masih 31 tahun ia sudah menjadi seorang jenderal. Meski menderita
sakit paru-paru yang parah, ia tetap bergerilya melawan Belanda. Ia
berlatarbelakang seorang guru HIS Muhammadiyah di Cilacap dan giat di kepanduan
Hizbul Wathan.
Ketika pendudukan Jepang,
ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yang begitu tamat
pendidikan, langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Menjadi Panglima
Divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima
Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI). Ia merupakan Pahlawan
Pembela Kemerdekaan yang tidak perduli pada keadaan dirinya sendiri demi
mempertahankan Republik Indonesia yang dicintainya. Ia tercatat sebagai
Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda Republik ini.
Sudirman merupakan salah
satu pejuang dan pemimpin teladan bangsa ini. Pribadinya teguh pada prinsip dan
keyakinan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan bangsa di
atas kepentingan pribadinya. Ia selalu konsisten dan konsekuen dalam membela
kepentingan tanah air, bangsa, dan negara. Hal ini boleh dilihat ketika Agresi
Militer II Belanda. Ia yang dalam keadaan lemah karena sakit tetap bertekad
ikut terjun bergerilya walaupun harus ditandu. Dalam keadaan sakit, ia memimpin
dan memberi semangat pada prajuritnya untuk melakukan perlawanan terhadap
Belanda. Itulah sebabnya kenapa ia disebutkan merupakan salah satu tokoh besar
yang dilahirkan oleh revolusi negeri ini.
Sudirman yang dilahirkan di Bodas Karangjati, Purbalingga, 24 Januari
1916, ini memperoleh pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa, sebuah sekolah
yang terkenal berjiwa nasional yang tinggi. Kemudian ia melanjut ke HIK
(sekolah guru) Muhammadiyah, Solo tapi tidak sampai tamat. Sudirman muda yang
terkenal disiplin dan giat di organisasi Pramuka Hizbul Wathan ini kemudian
menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap. Kedisiplinan, jiwa
pendidik dan kepanduan itulah kemudian bekal pribadinya hingga bisa menjadi
pemimpin tertinggi Angkatan Perang.
Sementara pendidikan militer diawalinya dengan
mengikuti pendidikan tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor. Setelah selesai
pendidikan, ia diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Ketika itu, pria
yang memiliki sikap tegas ini sering memprotes tindakan tentara Jepang yang berbuat
sewenang-wenang dan bertindak kasar terhadap anak buahnya. Karena sikap
tegasnya itu, suatu kali dirinya hampir saja dibunuh oleh tentara Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, dalam suatu
pertempuran dengan pasukan Jepang, ia berhasil merebut senjata pasukan Jepang
di Banyumas. Itulah jasa pertamanya sebagai tentara pasca kemerdekaan
Indonesia. Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia kemudian
diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel. Dan melalui
Konferensi TKR tanggal 2 Nopember 1945, ia terpilih menjadi Panglima Besar
TKR/Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia
Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 1945,
pangkat Jenderal diberikan padanya lewat pelantikan Presiden. Jadi ia
memperoleh pangkat Jenderal tidak melalui Akademi Militer atau pendidikan
tinggi lainnya sebagaimana lazimnya, tapi karena prestasinya.
Ketika pasukan sekutu datang ke Indonesia dengan
alasan untuk melucuti tentara Jepang, ternyata tentara Belanda ikut dibonceng.
Karenanya, TKR akhirnya terlibat pertempuran dengan tentara sekutu. Demikianlah
pada Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Sudirman terlibat
pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa. Dan pada tanggal 12 Desember
tahun yang sama, dilancarkanlah serangan serentak terhadap semua kedudukan
Inggris. Pertempuran yang berkobar selama lima hari itu akhirnya memaksa
pasukan Inggris mengundurkan diri ke Semarang.
Pada saat pasukan Belanda kembali melakukan
agresinya atau yang lebih dikenal dengan Agresi Militer II Belanda, Ibukota Negara
RI berada di Yogyakarta sebab Kota Jakarta sebelumnya sudah dikuasai. Jenderal
Sudirman yang saat itu berada di Yogyakarta sedang sakit. Keadaannya sangat
lemah akibat paru-parunya yang hanya tingggal satu yang berfungsi.
Dalam Agresi Militer II Belanda itu, Yogyakarta
pun kemudian berhasil dikuasai Belanda. Bung Karno dan Bung Hatta serta
beberapa anggota kabinet juga sudah ditawan. Melihat keadaan itu, walaupun
Presiden Soekarno sebelumnya telah menganjurkannya untuk tetap tinggal dalam
kota untuk melakukan perawatan. Namun anjuran itu tidak bisa dipenuhinya karena
dorongan hatinya untuk melakukan perlawanan pada Belanda serta mengingat akan
tanggungjawabnya sebagai pemimpin tentara.
Maka dengan ditandu, ia berangkat memimpin
pasukan untuk melakukan perang gerilya. Kurang lebih selama tujuh bulan ia
berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lain, dari gunung ke gunung
dalam keadaan sakit dan lemah sekali sementara obat juga hampir-hampir tidak
ada. Tapi kepada pasukannya ia selalu memberi semangat dan petunjuk seakan dia
sendiri tidak merasakan penyakitnya. Namun akhirnya ia harus pulang dari medan
gerilya, ia tidak bisa lagi memimpin Angkatan Perang secara langsung, tapi
pemikirannya selalu dibutuhkan.
Sudirman yang pada masa pendudukan Jepang menjadi
anggota Badan Pengurus Makanan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Keresidenan Banyumas, ini pernah mendirikan koperasi untuk menolong rakyat dari
bahaya kelaparan. Jenderal yang mempunyai jiwa sosial yang tinggi, ini akhirnya
harus meninggal pada usia yang masih relatif muda, 34 tahun.
Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar ini
meninggal dunia di Magelang dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki,
Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan.
Comments
Post a Comment