Makalah Pernikahan dan Pembentukan Keluarga Sakinah

Disusun Oleh:


1.   Haryanto                 Rekam Medis                  2014-36-001
2.   Mega Juanita          Rekam Medis                  2014-36-003
3.   Ernawati                 Rekam Medis                  2014-36-041
4.   Adna Fajar N          Rekam Medis                  2014-36-052
5.   Siti Umyanah          Kesmas                           2014-31-137
6.   Lita Annisa             Kesmas                           2014-31-162


 UNIVERSITAS ESA UNGGUL 

2016


BAB I
PENDAHULAN
A.   Latar Belakang
Maraknya perceraian di kalangan masyarakat umumnya terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang arti sebuah pernikahan. Tujuan pernikahan itu sendiri adalah untuk melangsungkan keturunan yang sakinah, mawaddah dan warahmah untuk mencapai ridho Allah SWT.
Pentingnya mengetahui arti sebuah pernikahan memang sudah seharusnya diketahui; karena dengan begitu, rumah tangga yang akan dibangun dapat berlangsung lama. Dalam berumah tangga pasti ada ujian ataupun cobaan yang dapat menghambat kehidupan berumah tangga itu sendiri. Namun jika lebih dewasa menghadapi ujian tersebut, masalah itu justru akan membuat kelangsungan berumah tangga menjadi semakin kokoh.
Untuk itu, kami mengambil tema ini dalam penyusunan makalah kami untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya arti sebuah pernikahan.
B.   Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Apa pengertian, dalil, tujuan dan hukum pernikahan?
2.      Apa saja rukun dan syariat nikah?
3.      Siapa yang dapat menjadi wali dalam sebuah pernikahan?
4.      Bagaimana sighat (ijab qabul) dalam sebuah pernikahan?
5.      Apa saja contoh kasus-kasus pernikahan?
6.      Apa saja pokok-pokok pembinaan rumah tangga ?
7.      Bagaimana perjanjian dalam pernikahan?
C. Tujuan Masalah
Tujuan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Menjelaskan pengertian, dalil, tujuan dan hukum pernikahan.
2.      Mengetahui rukun dan syariat nikah.
3.      Mengetahui wali dalam sebuah pernikahan.
4.      Mengetahui sighat (ijab qabul) dalam sebuah pernikahan.
5.      Mengetahui kasus-kasus pernikahan.
6.      Menjelaskan pokok-pokok pembinaan rumah tangga.
7.      Menjelaskan perjanjian dalam pernikahan.














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian, Dalil, Tujuan dan Hukum Pernikahan
Pernikahan adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan, dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga, yang diliputi ketentraman, kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah SWT. Pernikahan adalah kejadian- kejadian dimana perjanjian antara dua manusia terjadi. Perjanjian suci menurut Islam sangatlah berat, karena memerlukan tanggung jawab, komitmen, dan kasih sayang. Pernikahan adalah hal normal yang dibutuhkan manusia, dalam Islam, hukum pernikahan adalah sunnah. Tapi dapat menjadi wajib, makruh, atau bahkan haram.
          Dilansir dari anneahira.com, urusan dan detail-detail pernikahan mulai yang sederhana sampai terumit sudah diatur didalam Islam secara lengkap. Pernikahan dapat menjadi jalan bagi yang sudah tidak dapat menahan hawa nafsunya, pernikahan dapat juga berarti untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah, serta memiliki keturunan yang dididik menjadi sebaik-baiknya manusia dan membawa nama baik keluarga.
          Islam memang agama yang lengkap dengan segalanya yang telah diatur dan memiliki ketentuan. Termasuk pernikahan yang sakral, pasangan suami istri haruslah memahami satu sama lain. Hidup bersama berarti juga meghilangkan sifat individualis, saling membutuhkan satu sama lain baik secara biologis maupun psikologis. Suami harus menafkahi istri dan istri harus berbakti kepada suami, segalanya akan lebih indah jika berpedoman pada nilai-nilai Islam.
                 Adapun Dalil atau Hadis Nabi yang tercantum dalam Al Quran yaitu:
1.      Surat An Nisa 4:1 yang berbunyi (wahai manusia, bertakwalah kamu sekalian kepada Tuhan yang telah menjadikan kamu satu diri, lalu ia jadikan daripadanya jodohnya kemudian dia kembangkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak sekali).
2.      Surat Yaasiin 36:36 yang berbunyi (Maha suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dari diri mereka maupun dari apa yang  mereka ketahui).
3.      Surat Adz Dzariyat 51:49 yang berbunyi ( Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah).
4.      Surat Ar Ruum 21 yang berbunyi (Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, diciptakan-Nya untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu mendapat ketenangan hati, dan dijadikan-Nya kasih sayang diantara kamu, sesungguhnya yang demikian menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang berpikir).
          Sedangkan untuk tujuan pernikahan itu sendiri adalah untuk memenuhi hajat naluri manusia, sesuai petunjuk agama dalam rangka mewujudkan keluarga harmonis, sejahtera, bahagia lahir batin, berdasar cinta kasih, dan kasih sayang. Selain itu,  juga bertujuan untuk:
a.       Kelangsungan keturunan.
b.      Memenuhi hajat naluri untuk mendapatkan kasih sayang dan ketentraman hidup.
c.       Memenuhi perintah agama.
d.      Menimbulkan rasa tanggung jawab, hak dan kewajiban.
e.       Membangun keluarga bahagia dan masyarakat muslim damai.
f.       Sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT
g.      Untuk Iffah ( menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang).
h.      Menghindari fitnah bagi orang-orang yang sudah menikah adalah lebih mudah ketimbang orang yang masih membujang, karena timbulnya fitnah adalah dari penglihatan, pendengaran ataupun khayalan.
i.        Menyempurnakan agama (apabila seorang hamba menikah maka telah sempurna separuh agamanya, maka takutlah kepada Allah SWT untuk separuh sisanya ).
Hukum pernikahan atau pernikahan yaitu hukum asal merupakan mubah, asalkan sudah memenuhoi syarat. Wajib bagi yang telah mampu, telah ingin menikah, dan khawatir berzina. Ada pula 4 asas hukum pernikahan dalam Islam tersebut :
a.       Haram : melaksanakan pernikahan untuk menyakiti istri, bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah lahir dan batin kepada istrinya serta nafsunyapun tidak mendesak, haramlah ia kawin. Adapun hadisnya “dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan dengan tangan mu sendiri( QS. Al-Baqarah:195).
b.      Sunnah : telah mampu lahir batin, tetapi tidak akan berbuat zina, maka sunnah lah ia kawin. Allah bersabda” sesungguhnya Allah menggantikan cara kependetaan dengan cara yang lurus lagi ranah(kawin)kepada kita.(Sayyid sabiq 6, 1996:23).
c.       Makruh : bagi yang belum mampu ataupun makruh kawin bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mampu member belanja istrinya, walaupun tidak merugikan istrinya, karena ia kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat. Juga makruh hukumnya jika karena lemah syahwat itu ia berhenti dari melakukan sesuatu ibadah atau menuntut suatu ilmu.
d.      Wajib : bagi orang yang sudah mampu untuk melangsungkan pernikahan, namun nafsunya sudah mendesak dan takut terjerumus dalam tindak perzinaan wajiblah bagi dia untuk kawin.
          Walimah atau pesta hukumnya sendiri sunnah. Rasullulah bersabda: adakanlah walimah walau dengan seekor kambing”. Memenuhi undangan walimah dianjurkan, sebagian berpendapat wajib.
B.     Rukun dan Syarat Nikah
a.       Rukun Nikah
                 Pernikahan dapat dilaksanakan apabila memenuhi unsur-unsur berikut :
1.    Calon pengantin laki-laki dan wanita.
2.    Wali pihak calon pengantin wanita.
3.    Dua orang saksi
4.    Akad nikah ( ijab Kabul nikah)
5.    Di satu tempat (satu ruangan)
b.      Syarat Nikah
a)    Calon pengantin pria syaratnya:
1.       Beragama Islam
2.       Laki-laki (bukan banci)
3.       Orangnya diketahui, jelas, tak ragu-ragu( misalnya kembar)
4.       Tidak ada larangan nikah dengan calon pengantin wanita.
5.       Mengenal dan mengetahui calon istrinya.
6.       Rela tidak dipaksa.
7.       Tidak sedang ihram.
8.       Tidak mempunyai istri yang dilarang dimadu dengan calon istrinya.
9.      Tidak ada larangan lain, misalnya istrinya sudah empat orang.

b)   Calon pengantin wanita syaratnya:
1.      Beragama Islam
2.      Wanita asli ( bukan banci)
3.      Orangnya diketahui, jelas, tak ragu-ragu(kembar)
4.      Tidak dalam masa iddah
5.      Tidak paksa
C. Wali dalam Sebuah Pernikahan
                 Yang boleh menjadi wali adalah :
a. Dari segi keturunan, secara urutan : ayah kandung, kakak laki-laki, saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, saudara laki-laki seibu, anak laki-laki saudara laki-laki, anak laki-laki saudara laki-laki seayah, paman, anak laki-laki paman.
b.   Dari segi haknya, ada dua macam wali yaitu :
1.      Wali Mujbir (paksa) adalah wali yang mempunyai kekuatan untuk memisahkan anaknya dengan ketentuan anak tersebut dibawah umur atau kurang waras.
2.      Wali Hakim adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali, atau walinya menolak menikahkan anaknya. Wali hakim adalah laki-laki yang soleh, adil dan sempurna panca indranya, yang diangkat, diminta atau ditunjuk oleh calon pengantin laki-laki dan wanita.
   Dengan demikian dalam keadaan bagaimanapun dalam pernikahan harus ada wali. Tidak sah suatu pernikahan tanpa adanya wali dan saksi dua orang.
       Rosullulah bersabda: “Tidaklah sah nikah tanpa wali dan dua orang saksi yang adil”.

c. Saksi dan Syaratnya.
1.      Dua laki-laki, atau satu laki-laki dan dua wanita.
2.      Muslim.
3.      Baligh ( dewasa).
4.      Berakal.
5.      Mendengar dan mengerti maksud nikah.
D. Ucapan (Sighat) Akad atau Ijab Qabul Nikah
            Contoh ijab atau perkataan dari wali adalah sebagai berikut, “Atnan saya nikahkan kamu dengan anak saya yang bernama Riri dengan mas kawin emas seberat 5 gram dibayar tunai, dan langsung dijawab oleh calon pengantin laki-laki, yaitu: saya terima nikahnya Riri anak Bapak, dengan mas kawin diatas dibayar tunai”.
            Ijab qabul dilaksanakan secara lisan atau langsung, tetapi dapat diwakilkan, dan dapat pula dengan tulisan. Ijab dari wali, qabul dari pengantin laki-laki, tetapi boleh juga dibalik.
E. Kasus-kasus Pernikahan
a.   Pernikahan campuran
                 Pernikahan campuran disini mempunyai tiga arti, yaitu :
1.    Pernikahan campuran adalah pernikahan antara dua orang di Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan.
2.    Pernikahan antar orang yang berbeda warga Negara, jika keduanya orang Islam maka dinikahkan di KUA.
3.    Pernikahan antar dua pemeluk agama yang berbeda. Islam tidak mengatur dan tidak ada dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974. Islam melarang pernikahan dua pemeluk agama berbeda.
           Pernikahan antar agama dilarang, dalam satu keluarga harus satu akidah atau satu tauhid. Bila beda agama berarti lepas hubungan kekeluargaan, termasuk hak waris. Tujuan pernikahan adalah menciptakan ketenangan, kasih sayang dan kesejahteraan, maka harus satu komando, satu agama.
b.    Kawin Hamil
   Kawin hamil adalah pernikahan yang dilakukan antara seorang laki-laki dengan seorang wanitayang telah dihamilinya. Menurut kompilasi hukum Islam bab VIII pasal 53, seorang wanita yang hamil diluar nikah ( sebelum nikah ) dapat dikawinkan dengan seorang laki-laki yang menghamilinya. Pernikahan tersebut dapat dilakukan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Bagi keduanya tidak perlu melakukan pernikahan ulang setelah anak yang dikandungnya lahir.
F. Pokok-pokok Pembinaan Rumah Tangga
1. Nilai-nilai kehidupan rumah tangga:
a.       Pasangan suami istri harus pasangan sesame manusia bukan makhluk lain.
b.      Suami itu seperti pakaian bagi istri, suami dan istri harus saling menghargai, menghormati dan menutup rahasia.
c.       Suami adalah pimpinan dalam rumah tangga yang wajib mengayomi, melindungi dan tanggung jawab terhadap keluarga. Istri adalah pimpinan rumah tangga yang bersifat kedalam.
d.      Asas musyawarah dipakai dirumah tangga.
2. Fungsi keluarga
a.       Orang tua sebagai pendidikan dalam pendidikan dasar dan lanjutan dengan pendidikan tauhid.
b.      Orang tua sebagai pimpinan rumah tangga.
                 Akibat negatif dari pernikahan campuran adalah:
1.      Kerenggangan antar keluarga suami atau istri karena perbedaan agama.
2.      Keluarga yang berbeda agama akan terkucil dan sulit kembali kekeluarga besar yang seiman tersebut.
3.      Kesulitan perkembangan anak, sebab anak mengikuti siapa. Ibunya atau bapaknya sementara itu anak harus belajar agama yang diikuti oleh bapaknya atau ibunya.
G. Perjanjian Pernikahan
           Untuk menjalin ikatan pernikahan yang sangat kuat, atas dasar saling percaya dan menghindarkan diri dari kemungkinan yang tidak dikehendaki. Setelah terjadinya pernikahan kedua mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawianan. Perjanjian pernikahan dilaksankan sesaat setelah akad nikah dicatat dan ditanda tangani oleh kedua mempelai, serta disahkan oleh pegawai pencatat nikah (petugas kantor urusan agama). Perjanjian tersebut meliputi dua hal yaitu :
1.      Ta’lik Thalak ketentuanya :
a.    Isi ta’lik thalak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam.
b.    Apabila keadaan yang diisyratkan dalam taklik thalak betul-betul terjadi kemudian, tidak dengan sendirinya jatuh talak. Supaya talak sungguh-sungguh jatuh, istri harus mengajukan persoalanya ke pengadilan agama.
c.    Perjanjian taklik thalak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap pernikahan, akan tetapi sekali talik thalak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.
2.      Persyaratan perjanjian pernikahan
a.    Pada waktu sebelum pernikahan dilangsungkan kedua calon  mempelai dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan pegawai pencatat nikah mengenai kedudukan harta dalam pernikahan.
b.    Perjanjian tersebut dapat meliputi percampuran harta pribadi dan pemisahan harta pencaharian masing-masing sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan hukum Islam.
c.    Disamping ketentuan dipoin pertama dan kedua diatas, boleh juga isi perjanjian itu menetapkan kewenanggan masing-masing untuk mengadakan ikatan hipotik atas harta pribadi dan harta bersama atau harta syarikat.
d.   Apabila dibuat perjanjian pernikahan mengenai pemisahan harta bersama atau harta syarikat, maka perjanjian tersebut tidak boleh menghilangkan kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
e.    Apabila dibuat perjanjian pernikahan tidak memenuhi ketentuan tersebut pada nomor 4 diatas, dianggap tetap terjadi pemisahan harta bersama atau harta syarikat dengan kewajiban suami menanggung biaya kebutuhan rumah tangga.
f.     Perjanjian percampuran harta pribadi dapat meliputi semua harta, baik yang dibawa masing-masing kedalam pernikahan maupun yang di peroleh masing-masing selama pernikahan.
g.    Dengan tidak menguranggi ketentuan tersebut pada nomor 6 diatas, dapat juga diperjanjikan bahwa pencampuran harta pribadi hanya terbatas pada harta pribadi yang dibawa pada saat pernikahan dilangsungkan, sehingga pencampuran ini  tidak meliputi harta pribadi yang diperoleh selama pernikahan atau sebaliknya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Pernikahan menurut Islam adalah menyatukan laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga, yang diliputi ketentraman, kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah SWT. Tujuan pernikahan itu sendiri adalah untuk memenuhi hajat naluri manusia, sesuai petunjuk agama dalam rangka mewujudkan keluarga harmonis, sejahtera, bahagia lahir batin, berdasar cinta kasih, dan kasih sayang. Pernikahan yang didasari karena ingin mendapatkan keridhoan dari Allah akan menjadikan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.
B. Saran
            Pengetahuan mengenai pernikahan sudah cukup penting untuk diketahui karena pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa dipermainkan begitu saja. Pernikahan sudah sepatutnya dipikirkan baik-baik dan direncanakan secara matang. Restu dari orang tua juga merupakan salah satu hal yang penting dalam sebuah pernikahan karena orang tua tidak mungkin memberikan sesuatu yang tidak baik bagi anaknya. Hal yang tak kalah penting lainnya adalah persiapan mental bagi orang yang akan melangsungkan pernikahan.






DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, 2014. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Universitas Esa Unggul.
http://www.anneahira.com.


Comments