Disusun Oleh:
Tri Nur Alhaq (2014-34-005)
Mita Handayanti (2014-36-038)
Ernawati (2014-36-041)
Intan Novarinda (2014-36-046)
Alfian Aroododo (2014-36-053)
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
2016
Tri Nur Alhaq (2014-34-005)
Mita Handayanti (2014-36-038)
Ernawati (2014-36-041)
Intan Novarinda (2014-36-046)
Alfian Aroododo (2014-36-053)
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menyusui adalah proses pemberian
susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu ibu (ASI) dari payudara ibu.
Bayi menggunakan refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan susu. Air Susu
Ibu (ASI) merupakan satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan
bayi baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi,
hormon, unsur kekebalan, faktor pertumbuhan, anti alergi serta anti inflamasi.
Selama menyusui, seorang ibu dapat mengalami berbagai
keluhan atau gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Padahal obat tersebut
dapat memberikan efek yang tidak dikehendaki pada bayi yang disusui. Pada
proses menyusui, pemberian beberapa obat (misalnya ergotamin) untuk perawatan
si ibu dapat membahayakan bayi yang baru lahir, sedangkan pemberian digoxin
sedikit pengaruhnya. Beberapa obat yang dapat menghalangi proses pengeluaran
ASI antara lain misalnya estrogen.
Keracunan pada bayi yang baru lahir dapat terjadi
jika obat bercampur dengan ASI secara farmakologi dalam jumlah yang signifikan.
Konsentransi obat pada ASI (misalnya iodida) dapat melebihi yang ada di
plasenta sehingga dosis terapeutik pada ibu dapat menyebabkan bayi keracunan.
Beberapa jenis obat menghambat proses menyusui bayi (misalnya phenobarbital).
Obat pada ASI secara teoritis dapat menyebabkan hipersensitifitas pada bayi
walaupun dalam konsentrasi yang sangat kecil pada efek farmakologi. Dengan demikian, perlu pemahaman yang
baik mengenai obat apa saja yang relatif tidak aman hingga harus dihindari
selama menyusui agar tidak merugikan ibu dan bayinya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang kami
tulis, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut.
1. Apa
saja masalah yang sering terjadi pada ibu menyusui?
2. Bagaimana
proses farmakokinetik dan farmakodinamik pada ibu menyusui?
3. Apa
saja daftar obat yang dipertimbangkan kontraindikasi selama menyusui dan daftar
pemilihan obat secara umum untuk ibu menyusui?
4. Bagaimana
pedoman dan pengobatan pada ibu menyusui?
1.3.
Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk
mengetahui masalah yang sering terjadi pada ibu menyusui.
2. Untuk
mengetahui proses farmakokinetik dan farmakodinamik pada ibu menyusui.
3. Untuk
mengetahui daftar obat yang dipertimbangkan kontraindikasi selama menyusui dan daftar
pemilihan obat secara umum untuk ibu menyusui.
4. Untuk
mengetahui pedoman dan pengobatan pada ibu menyusui.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Masalah yang Sering Terjadi Pada
Ibu Menyusui
2.1.1 MASTITIS
Mastitis
adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi.
Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis. Abses payudara, pengumpulan
nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis. Dua
penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Patogen yang
paling sering diidentifikasi adalah staphilokokus aureus. Pada mastitis
infeksius, ASI dapat terasa asin akibat kadar natrium dan klorida yang tinggi
dan merangsang penurunan aliran ASI. Ibu harus tetap menyusui. Antibiotik
(resisten-penisilin) diberikan bila ibu mengalami mastitis infeksius.
Gejala mastitis non – infeksius
a.
Ibu memperhatikan adanya “bercak panas”, atau area nyeri tekan yang akut
b.
Ibu dapat merasakan bercak kecil yang keras di daerah nyeri tekan tersebut
c.
Ibu tidak mengalami demam dan merasa baik-baik saja
Gejala mastitis infeksius
a. Ibu
mengeluh lemah dan sakit-sakit pada otot seperti flu
b. Ibu
dapat mengeluh sakit kepala
c. Ibu
demam dengan suhu diatas 34°C
d. Terdapat
area luka yang terbatas atau lebih luas pada payudara
e. Kulit
pada payudara dapat tampak kemerahan atau bercahaya (tanda-tanda akhir)
f. Kedua
payudara mungkin terasa keras dan tegang “pembengkakan”
Pengobatan :
a. Lanjutkan
menyusui
b. Berikan
kompres panas pada area yang sakit
c. Tirah
baring (bersama bayi) sebanyak mungkin
d. Jika
bersifat infeksius, berikan analgesik non narkotik, antipiretik (Ibuprofen,
asetaminofen) untuk mangurangi demam dan nyeri
e. Pantau
suhu tubuh akan adanya demam. Jika ibu demam tinggi (>34°C), periksa kultur susu
terhadap kemungkinan adanya infeksi streptokokal
f. Pertimbangkan
pemberian antibiotik anti stafilokokus kecuali jika demam dan gejala berkurang.
Tabel 1 Penisilin Anti
Stafilokokus
OBAT
|
DOSIS HARIAN
|
|
DEWASA (gr)
|
CARA
|
|
Methcillin (Staphcilin)
|
4-12
|
Injeksi
|
Oxacillin (Prostaphlin)
|
4-12
|
Oral, Injeksi
|
Mnafcillin (Unipen)
|
4-12
|
Oral, Injeksi
|
Cloxacillin (Cloxapen, Tegopen)
|
1-2
|
Oral
|
Dicloxacilin (Dynapen)
|
0,5-1
|
Oral
|
Erythromicin (jika alergi terhadap
penisilin)
|
0,5-1,0
|
Oral
|
2.1.2 KANDIDA/SARIAWAN
Merupakan hal yang biasa terjadi pada
ibu yang menyusui dan bayi setelah pengobatan antibiotik. Manifestasinya
seperti area merah muda yang menyolok menyebar dari area puting, kulit
mengkilat, nyeri akut selama dan setelah menyusui; pada keadaan yang parah,
dapat melepuh. Ibu mengeluh nyeri tekan yang berat dan rasa tidak nyaman,
khususnya selama dan segera setelah menyusui bayi dapat menderita ruam popok, dengan pustula yang
menonjol, merah, tampak luka dan/atau seperti luka terbakar yang kemerahan. Pada
kasus-kasus yang berat, bintik-bintik atau bercak-bercak putih mungkin terlihat
merasakan nyeri dan menolak untuk mengisap.
Pengobatan :
a. Obati
ibu dan bayinya
b. Oleskan
krim atau losion topikal anti jamur ke puting dan payudara setiap kali sehabis
menyusui, dan seka mulut, lidah dan gusi bayi setiap kali sehabis menyusui
c. Anjurkan
ibu untuk mengkompreskan es pada puting sebelum menyusui untuk mengurangi nyeri
Tabel 2. Pengobatan Kandida atau
Sariawan
Obat
|
Aplikasi
|
Nistatin
|
-
Oleskan pada payudara 4 kali
sehari
-
Berikan supisitoria vagina setiap
hari
|
Klotrimazol
|
-
Oleskan pada payudara 4 kali
sehari
-
Berikan supositoria vagina setiap
hari (tersedia bebas)
|
Mikonazol
|
Oleskan pada payudara 4 kali sehari
|
Flukonazol
|
Gunakan dosis oral tunggal 150 mg
kandidiasis vagina
|
2.1.3
CACAR AIR (VIRUS VARISELA ZOSTER)
Periode
infeksius dapat bermula 1-5 hari sebelum erupsi vesikel. Lesi bermula dari
leher atau tenggorokan dan menyebar ke wajah, kulit kepala, membran mukosa dan
ekstremitas. Kebanyakan ibu dan pekerja rumah sakit pernah menderita cacar air dan
tidak berisiko. Ketika ibu mengidap cacar air beberapa hari sebelum kelahiran
bayi, bayi menjadi berisiko karena antibodi ibu yang memberikan kekebalan pada bayi belum mempunyai kesempatan
untuk berkembang
Perawatan
:
a.
Jika ibu sudah pernah mengalami cacar,
menyusui akan memberikan antibodi kepada bayi. Menyusui tidak perlu dihentikan
b.
Jika ibu belum pernah mengidap cacar
air, ibu dan bayinya harus menerima vaksin varisela jika mereka sudah terpapar
c.
Jika
ibu mengidap cacar beberapa hari sebelum melahirkan :
ü Ibu dan bayi harus diisolasi secara
terpisah jika neonatus tidak mengalami lesi. Hanya sekitar 50 % bayi yang
terpapar akan berkembang menjadi penyakit
ü Keluarkan ASI jika bayi ditempatkan
pada tempat lain
ü Jika bayi menderita lesi, isolasi bayi
dengan ibu; menyusui tidak dihentikan.
2.1.4
CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
CMV
adalah hal yang umum; 50-80 % populasi memiliki antibodi CMV di dalam darahnya.
Organisme tersebut dapat dijumpai dalam saliva, urin dan ASI. Janin mungkin sudah
terinfeksi sejak di dalam uterus. Masalah kongenital yang paling serius terjadi
pada bayi yang lahir dari ibu yang memiliki CMV primer selama kehamilan. Menyusui
merupakan alat yang penting untuk memberikan imunitas pasif CMV pada bayi. Anak
yang disusui, yang diimunisasi CMV melalui ASI akan terlindungi dari gejala
infeksi nantinya dan dari infeksi primer selama kehamilan.
Perawatan :
Bayi cukup bulan
Anjurkan
supaya bayi cukup bulan disusui jika ibu telah terbukti seropositif selama
kehamilan. Mengkonsumsi ASI yang terinfeksi akan mengarah pada infeksi CMV dan
sero-konversi dari bayi tanpa akibat yang merugikan.
Bayi preterm
Pertimbangkan dengan
hati-hati faktor risiko pemberian ASI dari ibu yang terinfeksi CMV pada bayi
prematur khususnya jika bayi
seronegatif. Segera ke
neonatolog untuk evaluasi dan pembuatan
keputusan.
2.1.5
HEPATITIS B (HBV)
HBV
dapat menyebabkan penyakit sistemik (demam, kelemahan) dan ditularkan melalui
kontak dengan darah yang terinfeksi, sekresi tubuh atau transfusi darah. Bayi yang
lahir dari ibu dengan HBV+ langsung tertular, kebanyakan terinfeksi di dalam
rahim.
Perawatan :
a. Semua
bayi harus mendapatkan vaksin hepatitis B setelah lahir. Selain itu, bayi harus
menerima imunoglobulin hepatitis B (HBIG).
b. Menyusui
tidak meningkatkan risiko bayi terinfeksi HBV.
2.1.6
HIV/AIDS
Penularan
HIV dari Ibu ke Bayi dapat terjadi selama kehamilan (5- 10%), persalinan
(10-20%) dan menyusui (10-15%). Meskipun secara umum prevalensi HIV di
Indonesia tergolong rendah (kurang dari 0,1 %), tetapi sejak tahun 2000
Indonesia telah dikategorikan sebagai negara dengan tingkat epidemi
terkonsentrasi karena terdapat kantung-kantung dengan prevalensi HIV lebih dari
5% pada beberapa populasi tertentu (pada pengguna narkoba suntikan, PSK, waria,
dan narapidana). Karena mayoritas pengguna narkoba suntukan yang terinfeksi HIV
berusia reprodukasi aktif (15-24 tahun), maka diperkirakan jumlah kehamilan dengan
HIV positif akan meningkat. Dengan intervensi yang tepat maka risiko penularan
HIV dari ibu ke bayi sebesar 25-45% bisa ditekan menjadi kurang dari 2%.
Menurut estimasi Depkes, setiap tahun terdapat 9.000 ibu hamil HIV positif yang
melahirkan di Indonesia. Berarti, jika tidak ada intervensi sekitar 3.000 bayi diperkirakan akan
lahir HIV positif setiap tahunnya di Indonesia.
Perawatan :
a. Ibu
hamil dengan perilaku berisiko atau mendapat paparan risiko terinfeksi HIV,
segera melakukan VCT (Voluntary Counseling & Testing untuk mengetahui
status serologis secepatnya.
b. Bila
status serologisnya negatif, dianjurkan untuk mempertahankannya dengan
menghindari paparan menggunakankondom setiap sanggama, melakukan perilaku hidup
sehat, dan melakukan evaluasi ulang serologis sesuai anjuran (memastikan hasil
pemeriksaan di luar “masa jendela”).
c. Bila
status serologisnya positif, dianjurkan untuk melaksanakan profilaksis
Antiretrovirus (ARV Profilaksis), bersalin dengan seksio sesarea, dan tidak
menyusui/menghentikan menyusui sedini mungkin/menggunakan susu formula
(Exclusive Formula Feeding)
d. Pemakaian susu formula harus memenuhi
syarat AFASS dariWHO : Affordable (Terjangkau), Feasible (Layak),
Acceptable(Dapat diterima), Safe (Aman), dan Sustainable
(Berkelanjutan).Apabila kelima syarat AFASS tidak dapat terpenuhi, maka
ASItetap diberikan setelah melalui proses konseling mengenaikemungkinan
penularan infeksi.
e. Setelah persalinan, ibu dengan HIV
positif dianjurkanmelanjutkan pengobatan ARV (ARV Terapi) sesuai
PedomanNasional Pengobatan ARV
f. Bayi dari ibu HIV positif perlu dijaga
kesehatan denganpemberian nutrisi yang sesuai, dan diperikasa status
serologisnyapada usia 18 bulan
g. Pasangan seksual dari ibu HIV positif
dianjurkan untukmelakukan VCT dan anjuran yang sesuai.
2.2 Proses Farmakokinetik Dan
Farmakodinamik Pada Ibu Menyusui
2.2.1
Farmakokinetik
Hampir
semua obat yang diminum perempuan menyusui terdeteksi didalam ASI, untungnya
konsentrasi obat di ASI umumnya rendah. Konsentrasi obat dalam darah ibu adalah
faktor utama yang berperan pada proses transfer obat ke ASI selain dari
faktor-faktor fisiko-kimia obat. Volume darah/cairan tubuh dan curah jantung
yang meningkat pada kehamilan akan kembali normal setelah 1 bulan melahirkan.
Karena itu pemberian obat secara kronik mungkin memerlukan penyesuaian dosis. Obat
yang larut dalam lemak, yang non-polar dan yang tidak terion akan mudah
melewati membran sel alveoli dan kapiler susu. Obat yang ukurannya kecil (<
200 Dalton) akan mudah melewati pori membran epitel susu. Obat yang terikat
dengan protein plasma tidak dapat melewati membran, hanya obat yang tidak terikat
yang dapat melewatinya. Plasma relatif sedikit lebih basa dari ASI. Karena itu
obat yang bersifat basa lemah di plasma akan lebih banyak dalam bentuk tidak
terionisasi dan mudah menembus membran alveoli dan kapiler susu. Sesampainya di
ASI obat yang bersifat basa tersebut akan mudah terion sehingga tidak mudah
untuk melewati membran kembali ke plasma. Fenomena tersebut dikenal sebagai iontrapping.
Rasio
M:P adalah perbandingan antara konsentrasi obat di ASI dan di plasmaibu. Rasio
M:P yang >1 menunjukkan bahwa obat banyak berpindah ke ASI, sebaliknya rasio
M:P < 1 menunjukkan bahwa obat sedikit berpindah ke ASI. Pada umumnya kadar
puncak obat di ASI adalah sekitar 1- 3 jam sesudah ibu meminum obat. Hal ini
mungkin dapat membantu mempertimbangkan untuk tidak memberikan ASI pada kadar
puncak. Bila ibu menyusui tetap harus meminum obat yang potensial toksik terhadap
bayinya maka untuk sementara ASI tidak diberikan tetapi tetap harus di pompa.
ASI dapat diberikan kembali setelah dapat dikatakan tubuh bersih dari obat dan
ini dapat diperhitungkan setelah 5 kali waktu paruh obat. Rasio benefit dan
risiko penggunaan obat pada ibu menyusui dapat dinilai dengan mempertimbangkan
:
1.
Farmakologi obat: reaksi yang tidak
dikehendaki
2.
Adanya metabolit aktif
3.
Multi obat : adisi efek samping
4.
Dosis dan lamanya terapi
5.
Umur bayi.
6.
Pengalaman/bukti klinik
7.
Farmakoepidemiologi data.
Farmakokinetika bayi
Absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi pada bayi berbeda nyata dengan orang
dewasa. Kecepatan absorpsi lewat saluran cerna lebih rendah, misalnya absorpsi
fenobarbital, fenitoin, asetaminofen dan distribusi obat juga akan berbeda
karena rendahnya protein plasma, volume cairan tubuh yang lebih besar dari
orang dewasa. Metabolisme obat juga rendah karena aktivitas enzim yang rendah.
Ekskresi lewat renal pada awal kehidupan masih rendah dan akan meningkat dalam
beberapa bulan. Selain banyaknya obat yang diminum oleh bayi melalui ASI, juga
kinetika obat pada bayi menentukan akibat yang ditimbulkan oleh obat. Yang
perlu diperhatikan adalah bila efek yang tidak diinginkan tidak bergantung dari
banyaknya obat yang diminum, misalnya reaksi alergi, maka sedikit atau banyaknya
ASI yang diminum bayi menjadi tidak penting, tetapi apakah si bayi meminum atau
tidak meminum ASI menjadi lebih penting.
2.2.2
Farmakodinamika
Mekanisme
kerja obat pada ibu menyusui dapat dikatakan tidak berbeda. Sedangkan
farmakodinamik obat pada bayi masih sangat terbatas dipelajari. Kemungkinan
sensitivitas reseptor pada bayi lebih rendah, sebagai contoh, dari hasil
penelitian bahwa sensitivitas d-tubokurarin meningkat pada bayi.
2.3
Daftar Obat yang Dipertimbangkan Kontraindikasi Selama Menyusui dan Daftar Pemilihan Obat Secara Umum
Untuk Ibu Menyusui
2.3.1 Daftar Obat – Obat Yang
Dipertimbangkan Kontraindikasi Selama
Menyusui
OBAT
/ GOL. OBAT
|
EFEK
PADA BAYI
|
Amfetamin
|
Terakumulasi
dalam ASI dan dapat menyebabkan iritasi, dan pola tidur yang jelek
|
Antineoplastik
|
Potensial
menekan sistem imun, efek sitotoksik obat pada bayi belum diketahui
|
Bromokriptin
|
Menekan
laktasi
|
Cocain
|
Diekskresikan
lewat ASI, kontraindikasi karena CNS stimulan dan intoksikasi
|
Ergotamin
|
Potensial
menekan laktasi, muntah, diare, dan kejang telah dilaporkan
|
Etanol
|
Kontraindikasi
masih kontroversial, intake yang tinggi pada ibu dapat menyebabkan bayi yang
disusui : sedasi, diaforesis, deep sleep, lemah,menghambat pertumbuhan
danberat badan abnormal. Paparan yang kronik juga menimbulkan keterlambatan
perkembangan psikomotor. Bayi dari ibu alkoholik menyebabkan risiko yang
potensial
hipoprotombin
berat,perdarahan, dan pseudo cushing sindrome. AAP mengklasifikasikan
compatible (dapat diterima), tapi harus dipertimbangkan kontraindikasinya.
Satu review menyarankan untuk menunggu 1-2 hari setelah minum sebelum
menyusui
|
Heroin
|
Kemungkinan
adiksi jika jumlahnya mencukupi
|
Immunosupresan
|
Potensial
menekan sistem imun
|
Lithium
|
Konsentrasi
dalam serum dan ASI rata-rata 40 % dari konsentrasi serum plasma ibu
menyebabkan reaksi toksik yang potensial, kontraindikasi
|
Asam lisergat
dietilamida
(LSD)
|
Kemungkinan
diereksikan dalam ASI
|
Mariyuana
|
Diekskresikan
dalam ASI
|
Misoprostol
|
Ekskresi dalam
ASI belum jelas, tapi kontraindikasi karena potensial terjadi diare berat
pada bayi
|
Nicotin
|
Kontraindikasi
masih kontroversial, absorpsi melalui perokok pasif lebih tinggi dari pada
melalui ASI. Merokok secara umum tidak direkomendasikan selama menyusui,
menurunkan produksi ASI
|
Pensiklidin
|
Potensial
bersifat halusinogenik
|
Fenidion
|
Hematoma
scrotal masiv, kontraindikasi
|
2.3.2
Daftar Pemilihan Obat Secara Umum Untuk Ibu Menyusui
OBAT
/GOL. OBAT
|
EFEK
PADA BAYI
|
Acetaminophen
|
Compatible,
malulopapular rash pada bayi bagian atas dan wajah pada bayi telah dilaporkan
|
Acyclovir
|
Compatible,
terkonsentrasi dalam ASI
|
Alprazolam
|
Withdrawal
nyata setelah 9 bulan terpapar melalui ASI. Penggunaan obat lain yang
termasuk golongan ini selama menyusui dipertimbangkan
|
Amiodaron
|
Diekskresikan
lewat ASI, tidak direkomendasikan karena waktu paruh eliminasi panjang
|
Amitriptilin
|
Tidak ada efek
samping yang dilaporka, tapi AAP mempertimbangkan penggunaannya
|
Aminoglikosida
|
Potensial
mengganggu flora normal saluran cerna bayi
|
Aspartam
|
Dieksresikan
lewat ASI, penggunaannya hati-hati pada bayi dengan fenilketonuria
|
Aspirin
|
Satu kasus
terjadi keracunan salisilat berat (asidosis metabolik), potensial terjadi
gangguan fungsi platelet dan rash, AAP merekomendasikan penggunaannya dengan
perhatian.
|
Beta
- blocker
|
Amati pada
bayi tanda-tanda blokade seperti hipotensi , bradikardi, asebutolol, atenolol
dan nadolol terkonsentrasi dalam ASI
|
Bromfeniramin
|
Amati
gejala pada bayi: iritasi, gangguan pola tidur. Compatible
|
Bupropion
|
Terakumulasi
dalam ASI, penggunaan dengan hati-hati
|
Caffein
|
Akumulasi
dapat terjadi jika ibu pengkonsumsi berat, compatible dalam jumlah biasa.
Amati iritasi dan gangguan tidur
|
Carbamazepin
|
Compatible
|
Cephalosporin
|
Potensial
mengganggu flora normal usus, considered compatible
|
Chloramfenikol
|
Dieksresikan
lewat ASI, potensial menekan sumsum tulang. AAP merekomendasikan
penggunaannya dengan hati-hati
|
Chlorpromazin
|
Diekskresikan
lewat ASI, ngantuk dan lemas teramati pada bayi. AAP mempertimbnagkan
penggunaannya karena efek dan potensial galaktore
|
Cimetidin
|
Dapat
terakumulasi dalam ASI, potensial menekan asam lambung, menghambat
metabolisme obat, dan CNS stimulan. Compatible
|
Clindamisin
|
Considered
compatible
|
Codein
|
Compatible
|
Diazepam
|
Letargin dan
kehilangan berat badan dilaporkan, amati akumulasi pada bayi, pertimbangkan
penggunaannya
|
Digoxin
|
Eksresi
lewat ASI, compatible
|
Difenhidramin
|
Eksresi
lewat ASI, tidak ada efek yang dilaporkan
|
2.4 Pedoman dan Pengobatan Pada Ibu Menyusui
Tujuan :
Mengoptimalkan efek terapi obat dan
mencegah atau meminimalkan efek merugikan akibat penggunaan obat.
Tatalaksana pemantauan penggunaan obat :
a.
Apoteker
yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang patofisiologi,
terutama pada ibu menyusui, prinsip prinsip farmakoterapi, cara menafsirkan
hasil pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan diagnostik yang berkaitan dengan
penggunaan obat, dan ketrampilan berkomunikasi yang memadai.
b.
Mengumpulkan
data ibu menyusui, yang meliputi :
-
Deskripsi
(nama, umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, nama
-
ruang
rawat/poliklinik, nomor registrasi)
-
Riwayat
penyakit terdahulu
-
Riwayat
penggunaan obat (termasuk riwayat alergi, penggunaan obat
-
non
resep)
-
Data
hasil pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan diagnostik
-
Masalah
medis yang diderita
-
Data
obat-obat yang sedang digunakan
Data
/informasi dapat diperoleh melalui :
-
wawancara
dengan ibu menyusui atau
-
catatan
medis
-
kartu
indeks (kardeks)
-
komunikasi
dengan tenaga kesehatan lain (dokter, perawat)
c.
Berdasarkan
data/informasi pada (b), selanjutnya mengidentifikasi adanya
masalah-masalah yang berkaitan dengan
penggunaan obat
d.
Memberikan
masukan/saran kepada tenaga kesehatan lain mengenai
penyelesaian masalah yang
teridentifikasi.
e.
Mendokumentasikan
kegiatan pemantauan penggunaan obat pada formulir yang dibuat khusus.
Obat Yang Digunakan Pada Wanita Menyusui
·
Penggunaan obat yang tidak diperlukan
harus dihindari. Jika pengobatan memang diperlukan, perbandingan manfaat/risiko
harus dipertimbangkan pada ibu maupun bayinya.
·
Obat yang diberi izin untuk digunakan
pada bayi umumnya tidak membahayakan
·
Neonatus (dan khususnya bayi yang lahir
prematur) mempunyai risiko lebih besar terhadap paparan obat melalui ASI. Hal
ini disebabkan oleh fungsi ginjal dan hati yang belum berkembang, sehingga
berisiko terjadi penimbunan obat
·
Harus dipilih rute pemberian dan
pembagian obat yang menghasilkan jumlah kadar obat terkecil yang sampai pada
bayi
·
Hindari atau hentikan sementara menyusui.
·
Jika suatu obat digunakan selama
menyusui, maka bayi harus dipantau secara cermat terhadap efek samping yang
mungkin terjadi
·
Sebaiknya dihindari obat baru, yang
hanya memiliki sedikit data
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi
atau anak kecil dengan air susu ibu (ASI) dari payudara ibu. Selama menyusui,
seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau gangguan kesehatan yang
membutuhkan obat. Padahal obat tersebut dapat memberikan efek yang tidak
dikehendaki pada bayi yang disusui. Masalah-masalah yang sering terjadi pada masa menyusui
misalnya mastitis, kandida/sariawan, CMV, dan lain sebagainya.
Penyakit-penyakit tersebut tentunya memerlukan penanganan (pengobatan) yang
harus aman bagi ibu maupun bayinya. Oleh karena itu pemahaman mengenai obat
selama menyusui memang sangat penting. Pertimbangan mengenai daftar pemilihan
obat yang kontraindikasi selama menyusui juga perlu diketahui.
3.2
Saran
Dalam rangka peningkatan pengetahuan mengenai penggunaan
obat pada ibu menyusui, diperlukan pemahaman yang baik mengenai obat apa saja
yang relatif tidak aman hingga harus dihindari selama menyusui agar tidak merugikan
ibu dan bayinya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim,
1995, Modul Manajemen Laktasi, Ditjen Pelayanan Medik, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
2. Anonim,
1999, Laporan Penelitian Praktek Kerja Profesi di RSAB Harapan Kita
3. Anonim,
2000, Daftar Obat Indonesia, Jakarta
4. Anonim, 2001, Mastitis Penyebab &
Penatalaksanaan, World Health Organization, Penerbit Widya Medika, Jakarta
5. Anonim,
2004, Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) Untuk Pasien
Geriatri. Ditjen Pelayanan Kesehatan dan Alat Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
6. Anonim,
2004, Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA).
Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Kesehatan Keluarga, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
7. Anonim,
2005, Indek Keamanan Obat Pada Kehamilan dan Petunjuk Penggunaan Obat dengan
atau tanpa Makanan, Tugas Khusus Pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta
8. Anonim,
2005, Interaksi Obat. Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
9. D.C.Knoppert,
Safety of drug in pregnancy and lactation in Pharmacotherapy Self-Assessment
Programm, 3rd ed, module Women’s health, American College of Clinical
Pharmacy: Kansas 1999:1-24.
10. Harkness,
Richard, 1984, Interaksi Obat, Penerbit ITB, Bandung
11. Katzung
B.G., Basic & Clinical Pharmacology, 6th ed. 1995, Prentice-Hall
International Ltd.
12. Milsap RL., W J. Jusko Pharmacokinetics in
the infants, Environ Health Perspect 102(Suppl 11):000-000 (1994)
13. MIMS,
102nd ed 2005, Indonesia.
14. Riordan,
Jan, EdD, RN, IBCLC, FAAN, 1996, Buku Saku Menyusui & Laktasi,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
15. Rubin,
Peter, 1999, Peresepan Untuk Ibu Hamil, Penerbit Hipokrates, Jakarta
Comments
Post a Comment