Pemeriksaan Laboratorium Narkoba

Disusun Oleh:
Ernawati (2014-36-041)
Mita Handayanti Permana (2014-36-038)
Devi Anisa (2014-36-004)
Syifa (2014-36-006)
Wahyu Sanjaya (2014-36-007)

UNIVERSITAS ESA UNGGUL
2016


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif. Narkoba adalah obat, bahan, zat dan bukan tergolong makanan. Jika diminum, dihisap, ditelan, atau disuntikkan dapat menyebabkan ketergantungan dan berpengaruh terhadap kerja otak, demikian pula fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah, pernapasan, dll).
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (narkotika dan bahan/obat berbahaya) merupakan masalah yang kompleks yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif. Meskipun dalam kedokteran sebagian besar golongan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berkaitan sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda.
Pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa apakah seseorang merupakan pengguna narkoba atau tidak bisa dilakukan dengan berbagai cara. Pemeriksaan yang dimaksud contohnya adalah pemeriksaan amphetamin, methamphetamin, morfin, ekstasi, dan lain sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan narkoba?
2.      Bagaimana informasi mengenai pemeriksaan narkoba?
3.      Apakah tujuan dari pemeriksaan narkoba?
4.      Apa saja jenis-jenis dari narkoba?
5.      Apa saja pemeriksaan laboratorium untuk narkoba?
6.      Bagaimana cara mengatasi penyalahgunaan narkoba?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1.    Untuk mengetahui definisi narkoba.
2.    Untuk mengetahui informasi mengenai pemeriksaan narkoba.
3.    Untuk mengetahui tujuan pemeriksaan narkoba.
4.    Untuk mengetahui jenis-jenis narkoba.
5.    Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium narkoba.
6.    Untuk mengetahui cara mengatasi penyalahgunaan narkoba.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Narkoba
       Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif. Narkoba adalah obat, bahan, zat dan bukan tergolong makanan. Jika diminum, dihisap, ditelan, atau disuntikkan dapat menyebabkan ketergantungan dan berpengaruh terhadap kerja otak, demikian pula fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah, pernapasan, dll).
            Narkoba adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan menghilangkan atu mengurangi rasa nyeri. Menurut undang-undang narkotika dibagi menurut potensi ketergantungannya sebagai berikut.
Narkotika Golongan I : berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan, tidak digunakan dalam terapi. Contoh heroin, kokain, ganja, putaw (heroin tidak murni berupa bubuk).
Narkotika Golongan II : berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan, digunakan dalam terapi. Contoh morfin dan petidin.
Narkotika Golongan III : berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan, banyak digunakan dalam terapi. Contoh kodein.
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif dan susunan saraf pusat dan menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku, yang dibagi menurut potensi yang menyebabkan ketergantungan sebagai berikut:
Psikotropika Golongan I : berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan, tidak digunakan dalam terapi. Contoh MDMA (Ekstasi), LSD, dan STP.
Psikotropika Golongan II : berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan, digunakan amat terbatas dam terapi. Contoh amphetamin, methamphetamin, ritalin.
Psikotropika Golongan III : berpotensi sedang menyebabkan ketergantungan, digunakan dalam terapi. Contoh pentobarbital.
Psikotropika Golongan IV : berpotensi ringan tinggi menyebabkan ketergantungan, sangat luas digunakan dalam terapi. Contoh diazempam, klobazam, barbital, dan nitrazepam.
2.2 Informasi Pemeriksaan
Laboratorium Uji Narkoba BNN menerima sampel untuk dilakukan pemeriksaan narkoba sesuai UU Narkotika No. 22 Tahun 1997 dan UU Psikotropika No. 5 tahun 1997. Sampel yang diperiksa berupa raw material (serbuk, kristal, tablet, kapsul, bahan/daun, biji, batang), spesiment (urin, darah, dan saliva), maupun sediaan farmasi seperti wadah plastik, alat hisap, botol, alat suntik, maupun wadah bekas tempat yang dicurigai narkoba.
       Jenis-jenis narkoba dapat digolongkan menjadi 5 jenis yaitu golongan amfetamin, opiat, barbiturat, benzodiazepine, dan mariyuana (ganja). Golongan amfetamin terdiri atas amfetamin, dan turunannya (ekstasi dan kristal sabu), golongan opiat terdiri atas morfin, heroin, dan kodein, golongan barbiturat terdiri atas secobarbital, phenobarbital, dan amorbarbital, golongan benzodiazepine yang terdiri dari diazepam, alprazolam, nimetazepam, bromazepam, dan chlordiazepoxide (Stimmel, B (1993)).
2.3 Tujuan Pemeriksaan
            Pemeriksaan narkoba dilakukan untuk mengetahui apakah seseorang merupakan pengguna narkoba atau tidak.
2.4. Jenis-Jenis Narkoba
     A. Golongan Amphetamin
                   1. Methampetamine
Salah satu turunan amphetamine adalah methamphetamin. Methamphetamine merupakan obat perangsang yang sangat kuat. Methampetamin adalah suatu obat yang dengan kuat mengaktifkan sistem tertentu di dalam otak. Ia berkaitan erat secara kimiawi dengan amphemtamine namun efek methamphetamin  pada sistem saraf pusat lebih besar. Kedua obat tersebut digunakan untuk tujuan medis, khususnya dalam pengobatan obesitas, namun penggunaan untuk terapi terbatas. Penggunaan obat ini akan mengakibatkan suatu keadaan selalu terjaga, meningkatnya kegiatan fisik, menurunnya nafsu makan, meningkatnya respirasi, hipotermia dan euforia. Efek lainnya termasuk sikap mudah marah, insomnia, kebingungan, gemetar, kejang, gelisah, paranoid dan sikap agresif.
                    2. MDMA (3,4–methylenedioxy-N-methylamphetamine) / Ekstasi
                        Turunan Amphetamin lainnya adalah MDMA (3,4–methylenedioxy-N-methylamphetamine) juga disebut sebagai Ekstasi, XTC, Adam, dan Essence adalah jenis mescaline dan amphetamine yang dibuat secara ilegal. MDMA dianggap sebagai obat desainer, sebuah zat di pasar obat yang merupakan analog kimia atau variasi obat psikoaktif lainnya. MDMA dipasarkan sebagai obat rasa senang. Para penggemarnya mengatakan MDMA menghasilkan perasaan positif yang dalam, empati kepada orang lain, menghilangkan kecemasan, dan relaksasi yang ekstrim. Oleh karena itu sebutannya “hug drug” atau “love drug”. MDMA juga dikatakan menekan kebutuhan makan, minum, tidur, memungkinkan mereka yang datang ke tempat pesta (club) untuk mengikuti pesta sepanjang malam dan kadang-kadang pesta 2 atau 3 hari. 
         3. Shabu-Shabu
Shabu-shabu adalah psikotropika yang sangat berbahaya karena potensi menimbulkan ketergantungannya kuat. Psikotropika ini berbentuk kristal bening seperti butiran gula, tetapi ukurannya sedikit lebih besar sehingga ada yang menyebutnya crystal meth. Shabu-shabu pada awalnya digunakan sebagai stimulan. Pada saat Perang Dunia oleh tentara Jerman, Tentara Merah Rusia dan kamikaze Jepang digunakan untuk menambah keberanian dan semangat perang. Dampak menggunakan shabu-shabu adalah gelisah, tidak bisa berpikir, tidak bisa bekerja, tidak bisa tenang, cepat lelah, mudah marah, tidak bisa beraktivitas dengan baik, tidak ada semangat, depresi berat, rasa lelah berlebihan, dan gangguan tidur.
            B. Golongan Barbiturat
Barbiturat memberikan spektrum depresi sistem saraf pusat yang luas, dari sedasi ringan hingga koma, dan telah digunakan sebagai obat penenang, hipnotis, obat bius (anesthetics) dan anticonvulsants (obat penghambat kejang). Perbedaan utama antara sebagian besar produk-produk ini adalah berapa lama mereka memberikan efek dan berapa lama efek ini berlangsung. Barbiturat diklasifikasikan sebagai sangat cepat, cepat, sedang, dan beraksi lama.
Barbiturat yang beraksi cepat menyebabkan  anesthesia dalam sekitar 1 menit sesudah penggunaan melalui pembuluh darah. Yang saat ini digunakan untuk tujuan medis salah satunya adalah obat methohexital (Brevital ®). Penyalahguna Barbiturat memilih Barbiturat yang beraksi cepat dan sedang yang mencakup Amorbabital (Amytal), Pentobarbital (Nembutal ®), Secobarbital (Seconal ®), dan Tuina (produk kombinasi Amorbarbital dan Secobarbital). Setelah penggunaan secara oral, permulaan aksi adalah antara 15-40 menit, dan efek berlangsung hingga 6 jam. Obat-obatan ini terutama digunakan untuk insomnia dan sedasi sebelum operasi.
C. Golongan Benzodiazepine
Golongan ini secara terapetis untuk memberikan sedasi, membuat tidur, mengurangi kecemasan dan ketegangan otot, dan untuk mencegah serangan penyakit mendadak (kekambuhan penyakit). Secara umum benzodiazepine berperan sebagai hipnotis dalam dosis tinggi, anti kegelisahan dalam dosis sedang, dan sedatif dalam dosis rendah. Golongan benzodiazepine terdiri dari diazepam, alprazolam, nimetazepam, bromazepam, dan chlordiazepoxide.
D. Golongan Ganja/Cannabis (Mariyuana)
Golongan Cannabis mengandung bahan-bahan kimia unik bagi suatu tanaman. Diantara tanaman Cannabis yang disintetiskan adalah Cannabiol, Cannabidiol, Cannabinolidic acids, Cannabiderol, dan beberapa isomer dari Tetrahydrocannabiol. Salah satu diantaranya, delta-9 tethrydrocannabiol (THC) adalah yang menyebabkan efek psikoaktif cannabis.
E. Golongan Opiat (Morfin, Heroin, Kodein)
                    1. Morfin
   Morfin yaitu Alkaloida yang terdapat dalam opium, berupa serbuk putih. Morfin adalah bahan analgesik yang kuat khasiatnya, tidak berbau, berbentuk kristal, berwarna putih, yang berubah warnanya menjadi kecoklatan. Opium mentah mengandung 4% sampai 21% morfin. jenis obat yang masuk ke dalam golongan analgesik opium atau narkotik. Obat ini digunakan untuk mengatasi rasa sakit yang terbilang parah dan berkepanjangan atau kronis. Morfin bekerja pada saraf dan otak sehingga tubuh tidak merasakan rasa sakit. Gejala fisik yang timbul akibat penggunaan morfin yaitu pupil mata menyempit, denyut urat nadi makin lambat, tekanan darah menurun, suhu badan menurun, otot menjadi lemah, kejang otot, dan lain sebagainya. Dampak fisik penggunaan morfin dapat menyebabkan kejang lambung, muka merah, gatal sekitar hidung, meningkatkan produksi antidiuretik hormone sehingga produk air seni berkurang, menghambat produksi hormone gonadotropin yang menimbulkan gangguan mentruasi serta gangguan impotensi, dan merasa mulut kering, seluruh badan panas, serta anggota badan terasa berat. Sedangkan dampak psikis penggunaan morfin yaitu menimbulkan rasa gembira berlebihan, anti depresan, rileks, kesadaran menjadi kabur, menimbulkan gangguan kosentrasi pikiran, sulit berpikir dan apatis.
        2. Heroin
Heroin adalah bentuk tingkat rendah dari heroin. Heroin berasal dari bunga opium, sejenis bunga di iklim panas dan kering. Bunga tersebut menghasilkan zat lengket yang menjadi cikal bakal dari heroin, opium, morfin dan kodein. Heroin adalah zat depresan. Obat-obatan depresan tidak langsung membuat merasa tertekan. Zat-zat tersebut memperlambat pesan dari otak ke tubuh dan sebaliknya. Beberapa nama lain dari zat tersebut adalah bedak, putih. Dampak dari heroin adalah menghilangkan rasa sakit (analgesik), kesulitan bernafas, sembelit, euforia, mual, muntah-muntah, dan memperlambat sistem saraf pusat. Sedangkan dampak jangka panjang dari heroin yaitu pembuluh darah pecah, tetanus, masalah jantung, dada dan cabang tenggorokan, menstruasi yang tidak teratur dan ketidaksuburan (pada wanita), impotensi (pada pria), sembelit kronis serta tindak kekerasan dan kriminal.
                    3. Kodein
Kodeina atau kodein (bahasa inggris; codeine, methylmorphine) ialah asam opia alkaloid yang dijumpai di dalam candu dalam konsentrasi antara 0,7% dan 2,5%. Kegunaan Kodein yaitu sebagai peredam sakit ringan. Kodein selalu dibuat dalam bentuk pil atau cairan dan bisa diambil baik secara sendirian atau gabungan dengan kafein, aspirin, asetaminofen, atau ibuprofen. Kodein sangat berperan untuk meredakan batuk. Efek samping kodein yaitu pusing, mual, muntah, mulut kering, sakit kepala, berkeringat, pelebaran pembuluh darah di wajah; pada dosis terapi, kodein lebih rendah kemungkinan daripada morfin untuk menyebabkan toleransi, ketergantungan, euphoria, sedasi atau efek yang tidak diinginkan lainnya.
2.5 Pemeriksaan Laboratorium untuk Narkoba
Untuk menentukan pemakaian narkoba pada seorang individu, pemeriksaan narkoba seringkali dilakukan menggunakan berbagai spesimen biologis seperti darah, urin, cairan oral, keringat ataupun rambut.
                 A. Pemeriksaan Urin, Skrining dan Konfirmatori
Urin merupakan spesimen yang paling sering digunakan untuk pemeriksaan narkoba rutin karena ketersediaannya dalam jumlah besar dan memiliki kadar obat dalam jumlah besar sehingga lebih mudah mendeteksi obat dibandingkan pada spesimen lain. Teknologi yang digunakan pada pemeriksaan narkoba pada urin sudah berkembang baik. Kelebihan lain spesimen urin adalah pengambilannya yang tidak invasif dan dapat dilakukan oleh petugas yang bukan medis. Urin merupakan matriks yang stabil dan dapat disimpan beku tanpa merusak integritasnya. Obat-obatan dalam urin biasanya dapat dideteksi sesudah 1-3hari. Kelemahan pemeriksaan urin adalah mudahnya dilakukan pemalsuan dengan cara substitusi dengan bahan lain maupun diencerkan sehingga mengacaukan hasil pemeriksaan.
Pemeriksaan narkoba seringkali dibagi menjadi pemeriksaan skrining dan konfirmatori. Pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan awal pada obat pada golongan yang besar atau metobolitnya dengan hasil presumptif positif atau negatif. Secara umum pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan yang cepat, sensitif, tidak mahal dengan tingkat presisi dan akurasi yang masih dapat diterima, walaupun kurang spesifik dan dapat menyebabkan hasil positif palsu karena terjadinya reaksi silang dengan substansi lain dengan struktur kimia yang mirip. Pada pemeriksaan skrining, metode yang sering digunakan adalah immunoassay dengan prinsip pemeriksaan adalah reaksi antigen dan antibodi secara kompetisi. Pemeriksaan skrining dapat dilakukan di luar laboratorium dengan metode onsite strip test maupun di dalam laboratorium dengan metode ELISA (enzyme linked immunosorbent assay).
Pemeriksaan konfirmasi digunakan pada spesimen dengan hasil positif pada pemeriksaan skrining. Pemeriksaan konfirmasi menggunakan metode yang sangat spesifik untuk menghindari terjadinya hasil positif palsu. Metoda konfirmasi yang sering digunakan adalah gas chromatography / mass spectrometry (GC/MS) atau liquid chromatography/mass spectrometry (LC/MS) yang dapat mengidentifikasi jenis obat secara spesifik dan tidak dapat bereaksi silang dengan substansi lain. Kekurangan metode konfirmasi adalah waktu pengerjaannya yang lama, membutuhkan ketrampilan tinggi serta biaya pemeriksaan yang tinggi.
Panel pemeriksaan narkoba tergantung jenis narkoba yang banyak digunakan, tetapi biasanya meliputi 5 macam obat yaitu amfetamin, kanabinoid, kokain opiat dan PCP. Obat lain yang sering disalahgunakan seperti benzodiazepin sering pula diperiksakan. Pada pemeriksaan narkoba baik untuk skrining maupun konfirmasi, telah ditetapkan standar cutoff oleh NIDA untuk dapat menentukan batasan positif pada hasil pemeriksaan. Pada tabel berikut disampaikan kadar cutoff pemeriksaan narkoba untuk skrining maupun konfirmasi.
Tabel.1
Obat
Kadar Skrining (ng/mL)
Kadar Konfirmasi (ng/mL)
THC
50
15
Metabolit Kokain
300
150
Metabolit Opiat
300 atau 2000
300 atau 2000
Morfin
-
300 atau 2000
Kodein
-
300 atau 2000
Phenicyclidin
25
25
Amfetamin
1000
500
Metamphetamin
-
500
                                                                                    (Dasgupta)
Waktu deteksi obat dalam urin tergantung berbagai kondisi termasuk waktu paruh obat. Pada tabel berikut disampaikan durasi deteksi obat dalam urin:
Tabel. 2
Obat
Durasi Deteksi dalam Urin
Amfetamin dan metamfetamin
1-2 hari
Barbiturat
1-3 hari
Benzodiazepin
Sampai 21 hari
Kanabinoid
Sampai 60 hari
Kokain
1-3 hari
Methadon
1-3 hari
Opiat
1-3 hari
(Lum 2006)
Pada pemeriksaan dengan metode immunoassay dapat menyebabkan positif palsu karena reaksi silang dengan substansi lain. Berbagai substansi yang dapat menyebabkan reaksi silang pada pemeriksaan skrining disampaikan pada tabel berikut:
Tabel. 3
Jenis Obat
Faktor Pengganggu
Opiat
Quinolon (levofloxacin, ofloxacin)
Phencyclidine
Antidepresan venlafaxine, dextromethorphan, dyphenhydramin,
Ibuprofen
Methadon
Antipsikotik atipik quetiapin
THC
Antiretroviral efaviren, proton inhibitor (pantoprazole)
Amfetamin
Pil diet (clobenzorex), promethazin, i-metamphetamin (otc nasal
inhaler), pseudoephedrin, ranitidin, thioridazin
Benzodiazepin
Oxaprozin, sertraline (zoloft)
(Stanridge 2010)
Dibandingkan berbagai spesimen yang digunakan untuk pemeriksaan narkoba, urin merupakan spesimen yang paling mudah dimanipulasi. Manipulasi yang dilakukan bertujuan mengubah hasil pemeriksaan. Secara umum, terdapat tiga jenis manipulasi pada urin yang akan dilakukan pemeriksaan narkoba:
1.      Menurunkan konsentrasi obat dengan cara mengkonsumsi obat untuk detoksifikasi ataupun meminum air dalam jumlah besar
2.      Menurunkan kadar obat dalam urin dengan cara menambahkan air pada urin yang telah ditampung
3.      Merusak obat atau mengubah pH sehingga mengganggu pemeriksaan dengan cara menambahkan berbagai substansi seperti bahan kimia maupun produk detoksifikasi.
Untuk mengatasi pemalsuan urin, dapat dilakukan beberapa hal terutama dengan pengawasan saat pengambilan urin dan melakukan mendeteksi penambahan zat-zat manipulatif dalam sampel urin. Berbagai produk rumah tangga digunakan untuk memalsukan spesimen urin seperti garam dapur, cuka rumah tangga, pemutih pakaian, konsentrat jus jeruk, tetes mata dan sebagainya.
Berikut beberapa prosedur yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan pemalsun pada skrining narkoba pada urin.
1.      Melepaskan pakaian luar yang tidak begitu berguna (jaket, syal dll)
2.      Memindahkan benda/ substansi pada area pengambilan sampel yang dapat digunakan untuk memalsukan urin (air, sabun cuci tangan)
3.      Menaruh disinfektan berwarna biru pada air pembilas yang terdapat dalam area pengambilan sampel
4.      Meminta untuk mengeluarkan dan menyimpan barang-barang yang terdapat di saku pasien
5.      Menyimpan barang-barang pribadi dengan pakaian luar (tas, ransel)
6.      Menginstruksikan pasien untuk mencuci tangan dan mengeringkannya (lebih baik dengan sabun cuci tangan cair) dengan pengawasan dan tidak mencuci tangan sampai pasien menyerahkan spesimen.
Terdapat pemeriksaan sederhana untuk mendeteksi adanya manipulasi ataupun penambahan zat-zat yang mengganggu pemeriksaan. Kondisi urin berikut ini merupakan keadaan normal, dan keadaan urin di luar kondisi berikut patut dicurigai terjadinya manipulasi maupun substitusi urin:
1.        Suhu urin harus dicatat dalam waktu 4 menit sesudah pengambilan sampel dengan suhu di antara 32-380C dan tetap di atas 330C dalam waktu 15 menit.
2.        pH urin normal berkisar antara 4,5-8
3.        Berat jenis urin berkisar antara 1,002-1,020
4.        Konsentrasi kreatinin lebih dari 20mg/dL
5.        Tampilan urin normal (tidak berbusa, keruh, berwarna gelap atau sangat jernih dan kuning muda)
Saat ini sudah terdapat test strip yang dapat mendeteksi penambahan zat-zat yang dapat menyebabkan hasil pemeriksaan invalid atau negatif palsu. Pemeriksaan ini dapat dilakukan bila dicurigai kelainan integritas urin. Pada setiap test strip ini terdapat 7 bantalan untuk mendeteteksi kadar kreatinin, nitrit, glutaraldehid, pH, berat jenis, oksidan dan piridinium chlorchromat pada urin.

B.  Rapid Test
Dalam pemeriksaan narkoba ada beberapa cara salah satunya dengan menggunakan Rapid Test. Rapid Test ini menggunakan Strip/Stick Test dan Card Test.
a.    Strip/Stick Test
Dalam pemeriksaan Strip/Stick Test tersebut ada yang menggunakan 3 parameter yaitu Amphetamine (AMP), Marijuana (THC), Morphine (MOP), dan ada yang menggunakan 6 parameter yaitu Amphetamine (AMP), Methamphetamine (METH), Cocaine (COC), Morphine (MOP), Marijuana (THC), dan Benzidiazephine (BZO).
Strip/Stick Test ini telah dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dibuat dalam bentuk imunokromatografi kompetitif kualitif yang praktis, tidak memerlukan tenaga terampil dan cepat (hasil dapat diperoleh dalam 3-10 menit). Dengan sampel urin teknik ini memiliki sensitivitas sesuai dengan standard Nasional Institute on Drug Abuse (NIDA, sekarang SAMHSA), dan dengan spesifisitas 99,7%.
Jika pada pemeriksaan Strip/Stick Test ini menggunakan metode imunokromatografi kompetitif kualitif yang ditandai hasil positif dengan terbentuk hanya 1 garis yaitu pada area control, dan hasil negative dengan terbentuk 2 garis yaitu pada area control dan test, dan invalid apabila terbentuk garis pada test atau garis tidak terbentuk sama sekali.
Perlu diingat untuk pemeriksaan ini, pembacaan hasil harus dilakukan saat 5 menit dan tidak boleh melebihi 10 menit karena akan terbentuk hasil yang positif palsu.      
b.    Card Test
Card Test ini sama dilakukan seperti Strip/Stick Test yang sudah dijelaskan sebelumnya. Yang membedakan, jika Strip/Stick Test ini dicelupkan pada wadah yang sudah diisi dengan urin, sedangkan pada Card Test ini urin yang diteteskan pada zona sample sekitar 3-4 tetes urin.
C.    Tes Darah
Selain dilakukan pemeriksaan urin dan rapid test seperti Strip/Stick dan Card Test, dapat dilakukan tes darah. Pada pengguna narkoba, akan didapat hasil SGOT dan SGPT yang meningkat karena biasanya pemakaian narkoba dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya hepatomegali.
D. Sampel Rambut
Cara ini dinilai lebih mantap dibandingkan tes urin untuk memastikan seseorang pecandu narkoba atau tidak. Ada beberapa kelebihan dari analisis rambut bila dibandingkan dengan tes urin. Salah satunya adalah narkoba dan metabolism narkoba akan berada dalam rambut secara abadi dan mengikuti pertumbuhan rambut yang berlangsung sekitar 1 inchi per 60 hari. Sedangkan, kandungan narkoba dalam urin segera berkurang dan menghilang dalam waktu singkat.
Berikut ini disediakan tabel pemeriksaan tes darah dan tes rambut tentang mendeteksi keberadaan narkoba.


Tabel. 4
Jenis Narkoba
Tes Darah
Tes Rambut
Amphetamin
12 jam
Hingga 90 hari
Methamphetamin
1-3 hari
Hingga 90 hari
Ekstasi (MDMA)
3-4 hari
Hingga 90 hari
Cannabis
2-3 hari untuk pengguna ringan, 2 minggu untuk pengguna berat
Hingga 90 hari
Kokain
2-10 hari
Hingga 90 hari
Morfin
1-3 hari
Hingga 90 hari
Metadon
24 jam
Hingga 90 hari
PCP
1-3 hari
Hingga 90 hari

  2.6 Cara Mengatasi Penyalahgunaan Narkoba
 Pencegahan merupakan upaya yang sangat penting bahkan terpenting. Untuk mencegah penyalahgunaan narkoba hal yang terpenting adalah membentengi diri sendiri frngan iman dan takwa. Selain itu ada hal-hal lain diantaranya sebagai berikut:
1.    Menjaga diri sendiri dan teman terdekat dari hal yang menjurus ke narkoba.
2.    Pendekatan pada sistem di sekolah atau universitas.
3.    Latihan peningkatan percaya diri.
4.    Melatih remaja mengelola situasi sehari-hari melalui pendekatan pemecahan masalah dan curhat.
5.    Mengubah kebiasaan buruk dan menjauh dari hal-hal negatif.
            Selain yang disebutkan tadi, cara mengatasi penyalahgunaan narkoba lainnya adalah dengan preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), serta rehabilitatif (pemulihan).




BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif. Narkoba adalah obat, bahan, zat dan bukan tergolong makanan. Jika diminum, dihisap, ditelan, atau disuntikkan dapat menyebabkan ketergantungan dan berpengaruh terhadap kerja otak, demikian pula fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah, pernapasan, dll). Pemeriksaan narkoba dilakukan untuk mengetahui apakah seseorang merupakan pengguna narkoba atau tidak. Jenis-jenis narkoba dapat digolongkan menjadi 5 jenis yaitu golongan amfetamin, opiat, barbiturat, benzodiazepine, dan mariyuana (ganja). Untuk menentukan pemakaian narkoba pada seorang individu, pemeriksaan narkoba seringkali dilakukan menggunakan berbagai spesimen seperti darah, urin, cairan oral, rapid test ataupun sampel rambut. Cara mengatasi penyalahgunaan narkoba diantaranya adalah dengan preventif, kuratif, serta rehabilitatif.
3.2 Saran
Narkoba merupakan zat berbahaya yang dapat merusak tubuh. Selain merusak tubuh, narkoba juga bisa menyebabkan rusaknya moral generasi penerus bangsa. Dampak negatif dari narkoba diantaranya adalah adanya ketergantungan, halusinasi, peningkatan tindakan kriminal, dan lain sebagainya. Pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa apakah seseorang merupakan pengguna narkoba atau tidak terkadang keakuratannya kurang sesuai. Hal tersebut bisa saja terjadi karena kurangnya pengawasan terhadap orang yang melakukan cek pemeriksaan narkoba misalnya tidak terawasi saat orang tersebut menambahkan zat-zat manipulatif dalam pemeriksaan urin untuk uji pemeriksaan narkoba. Oleh karena itu, pengawasan terhadap orang yang akan diperiksa apakah pengguna narkoba atau tidak, harus ditingkatkan lagi oleh pihak-pihak yang akan menguji pemeriksaan narkoba bagi orang tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Standridge JG, Adams SM, Zotos AP. Urine Drug Screening:A Valuable Office
2.      Procedure. Am Fam Physician. 2010;81(5):635-640
3.      Dasgupta A. The Effects of Adulterants and Selected IngestedCompounds on Drugsof-Abuse Testing in Urine. Am J Clin Pathol 2007;128:491-503
4.      Jaffee WB, Trucco E, Levy S, Weiss RD. Is this urine really negative? A systematic review of tampering methods inurine drug screening and testing. Journal of Substance Abuse Treatment 33 (2007) 33– 42
5.      Lum G, Mushlin B. Urine Drug Testing: Approachesto Screening and Confirmation Testing. Laboratory Medicine (june 2004),number 6,volume 35
6.      Melanson SEF, Bskin L, Magnani B, Kwong TC, Dizon A, Wu AHB. Interpretation and Utility of Drug of Abuse ImmunoassaysLessons From Laboratory Drug Testing
7.      Surveys. Arch Pathol Lab Med. 2010;134:735–739)
8.      Moeller Ke, Lee KC, Kissack JC. Urine Drug Screening:Practical Guide for CliniciansMayo Clin Proc. January 2008;83(1):66-76
9.      Zanjani BR. False Positive and False Negative Results in Urine Drug Screening Tests: Tampering Methods and Specimen Integrity Tests. Archives. 2014;1:102-108.
10.  Reisfield GM, Goldberger BA, Bertholf RL. ‘False-positive’ and ‘false-negative’ test resultsin clinical urine drug testing.Bioanalysis (2009) 1(5), 937–952
11.  Reisfield GM, Salazar E, Bertholf RL. Review:Rational Use and Interpretation of UrineDrug Testing in Chronic Opioid Therapy.Annals of Clinical & Laboratory Science, 2007; 37: 4.
13.  Widayati, “Analisis Faktor-Faktor..,” (Jakarta: Universitas Indonesia, 2008).
15.  http://info-narkotika.blogspot.co.id/2010/11/shabu-shabu.html Diakses hari Senin, 19 Oktober 2015.
17.  https://www.scribd.com Diakses hari Jumat, 20 November 2015
18.  http://alodokter.com/morfin&ei Diakses hari Jumat, 20 November 2015


Comments